Hari ini usia Faza tepat 2 tahun. Kurang sbulan tapi. Hehehe.
Dan surprisely, Faza udah berhenti nenen!
Sejujurnya ini jauuhhh dari ekspektasi dan rencana yang saya punya.
Saat memasuki tahun 2019, bisa dibilang fokus utama saya untuk Faza memang adalah menyapihnya dengan cinta. Pokoknya gak pengen pake kebohongan-kebohongan semacam mengoles sesuatu ke niple biar dia ogah nenen. Atau yang lebih parah, pake cara yang umum digunakan orang kampung saya: datang ke 'orang tua' terus dikasih 'doa aneh-aneh' biar si anak 'lupa' sama nenen.
Gak mau, pokoknya gak mau! Kalau disuruh milih, saya jauh lebih milih Faza nenennya molor sampai 3 tahun aja daripada harus pake cara semacam itu.
Menyusui adalah hal yang pernah sangat saya inginkan. Hal yang saya mulai dengan derai air mata. Hal yang saya usahakan sepenuh jiwa sepenuh raga. Betapa gak relanya saya mengakhiri moment menyusui itu dengan cara kurang baik semacam itu. Maaf jika ada yang gak sependapat. Dunia memang terlalu luas untuk dibuat sepakat, kan?
Baca juga: Bicara ASI, Bicara Rejeki
Saya yakin dan percaya bahwa menyapih dengan cinta bukan hal mustahil. Pasti bisa!
Jadi, sejak Januari, saya mulai gencar sounding Faza tentang berhenti nenen. Saya bilang dia sudah besar, nenennya sudah mau habis (saya gak bohong, produksi ASI saya emang udah dikit banget). Maka, sebentar lagi dia sudah gak perlu nenen. Tapi ibu akan tetap sayang, tetap akan peluk dia meski udah gak nenen lagi.
Kalimat-kalimat itu saya ulang-ulang terus, sampai saya hampir bosen ngucapinnya. Hehe.
Emm, Sebenernya dari usia Faza 1,5 tahun saya sudah sounding dia hanya boleh nenen sampai usia 2 tahun. Tapi belum intens banget. Intensnya ya mulai Januari itu.
Lalu apakah langsung ngaruh?
Oh tentu tidak. Tiap saya sounding, dia sih selalu tampak mendengarkan dengan seksama dan jawab iya-iya. Tapi begitu waktunya dia minta nenen dan saya nge-test dengan bilang, 'Lho, kan sudah besar, harusnya sudah gak nenen, kan?', tetep aja dia masih cranky 😂
FYI, meski kalo saya tinggal kerja Faza minum ASIP-nya pakai dot sejak bayi, Alhamdulillah dia gak bingung puting. Bahkan dia gak mau sama sekali minum pakai dot kalo ada saya. Sejak bayi. Dan itu sesuai sama yang saya sounding-kan ke dia sejak bayi.
Baca juga: Ketika Bingung Puting Menghantui
Dan sampai awal Januari, frekuensi dia nenen terhitung masih tinggi tiap lagi sama saya. Terutama malam. Dia minimal nenen 4x. Meski nenennya kadang cuma buat 'nenangin diri' aja.
Memasuki minggu ke-3 sejak saya intens sounding tentang berhenti nenen, secara tiba-tiba frekuensi dia nenen berkurang sekali. Malam paling cuma 2 x. Lalu tiba-tiba jadi sekali.
Tiap bangun dia masih selalu latah bilang, 'Ibuuukk, nenen'.
Lalu seringnya saya jawab, 'nenen? kan nenennya kosong?'
Dia balik tanya, 'Ocong?' -- kayak sambil mikir. Lalu dia berubah pikiran minta susu pakai gelas.
Rencana awal saya, mulai masuk bulan Februari, saya akan bener-bener gak akan kasih dia nenen untuk melatih dan membiasakan. Karna kata teman-teman kantor, butuh waktu minimal sebulan untuk bikin anak bener-bener terbiasa tanpa nenen.
Bayangan saya, prosesnya akan penuh drama. Semacam dia minta nenen, gak saya kasih, lalu dia nangis jejeritan malam-malam.
Ternyata sama sekali enggak kayak gitu, Masyaa Allah ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
Dia tiba-tiba seperti dewasa sekali. Tiap keceplosan minta nenen, sebelum saya bilang apa-apa, dia seolah inget sendiri dan menggumam, 'nenen ocong?' -- dan lalu minta susu.
Terharuuuu ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜ Masyaa Allah, Alhamdulillah.
Sampai sekarang dia kadang masih latah minta nenen, tapi frekuensinya sudah sangat berkurang. Kalo dia keceplosan minta, tetep akan saya sodorin sambil bilang, 'lho, lupa ya? nenennya kan kosong ya? Mau dicoba?'
Lalu sama seperti biasanya, dia menolak sendiri dan beralih minta susu.
Saya gak ingin membanggakan anak saya berlebihan. Saya tau ini karna Allah memberi kemudahan. Dan mungkin juga karna Faza memang tipe anak yang bertemperamen 'slow to warm up', jadi cenderung mudah beradaptasi dengan situasi baru setelah berkali-kali dikenalkan.
Tapi saya cuma ingin bilang ke semua ibu yang sedang akan menyapih anaknya.
Saya mau bilang: menyapih dengan cinta itu bukan hal mustahil. Kita pasti bisa. Kuncinya percaya. Percaya bahwa kita bisa, dan percaya bahwa anak kita juga bisa. Karna menyapih bukan hanya tentang anak kita, tapi juga diri kita sendiri.
Jangan menyerah dan sedih kalo ternyata prosesnya gak mudah. Berdoa dan jangan bosan-bosan sounding. Kita pasti bisa 😊
Selamat meng-ASI-hi dengan penuh kasih, dan menyapih dengan penuh cinta 💕
"...pake cara yang umum digunakan orang kampung saya: datang ke 'orang tua' terus dikasih 'doa aneh-aneh' biar si anak 'lupa' sama nenen."
BalasHapusAda toh yg kaya gitu, saya baru tahu malah. Aneh2 aja hahaha... :D
Alhamdulillah Faza proses sapihnya nggak masalah macam2 ya mbak.
Klo pas baca di blog2 lain, suka ada yg pas mulai disapih malah drama banget. Klo baca cerita2 kaya gitu, langsung khawatir jadinya. Bukan nggak pingin jadi ibu sih, tapi klo harus menghadapi drama2 kaya gitu rasanya belum siap deh wwkwkkwkwkwk... :D
ada bangettt mbak.
HapusHihi, iya pasti ada dramanya masing2 mbak. dinikmati aja, nanti malah yg bikin kangen tu dramanya. Hehe