Selasa, 23 Agustus 2016

Catatan Kehamilan: Periksa Kedua [9w6d]

Hai, Nak... Ibu nulis tentang kamu di sini :)
Ternyata gini ya rasanya hamil, apalagi hamil pertama kali. Masya Allah, luar biasa sekali. Kalau diibaratkan, seperti orang jatuh cinta menurut saya. Menanti-nanti waktu untuk bisa bertemu dengan yang tercinta, tapi ketika waktunya hampir tiba deg-degan setengah mati. Iya, hamil pertama kali juga seperti itu menurut saya rasanya. Saya selalu menanti-nanti jadwal periksa untuk bisa bertemu dengan si janin melalui layar USG, namun menjelang waktunya tiba saya merasa grogi. Hihi.

Baca: Catatan Kehamilan: Periksa Pertama [5w4d]

Jadwal periksa saya yang kedua seharusnya jatuh pada tanggal 11 Agustus 2016. Tapi berhubung tanggal 11 adalah hari kamis, dan hari kamis itu saya dan mas suami ingin sekali bisa datang ke Kajian Buka Puasa di Wisata Hati, akhirnya kami sepakat memajukan sehari jadwal periksa saya, yaitu pada tanggal 10 Agustus 2016. Pagi-pagi sekali saya telepon ke RSB Kusuma dengan niatan mendaftar, supaya mendapat nomor antrian yang agak awal. Tapi saya harus kecewa, karna ternyata dr. Retno -- yang dulu memeriksa saya pertama kali -- sedang cuti, dan cutinya selama satu bulan. Tentu gak mungkin sekali saya menunda jadwal periksa saya hingga satu bulan. Maka, setelah berbagai pertimbangan dan kegalauan, saya memutuskan untuk periksa di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang bersama dr. Julian.

Sesampainya di kantor, saya telepon ke RSISA, dan Alhamdulillah saya mendapat nomor urut pertama, yang jatuh sekitar Pukul 10.00. Karna saya bekerja di Yayasan yang merupakan induk dr RSISA, dan letaknya gedungnya berdekatan, jadi gak masalah buat saya ijin sebentar ditengah jam kerja. Cuma, dengan amat terpaksa saya harus rela gak ditemani mas suami, karna kami sekantor. Gak enak kalo ijin berdua barengan, nanti dikira kurang profesional :)

Setelah daftar ulang, dan menunggu beberapa saat, saya dipanggil ke ruang pemeriksaan. Anehnya, saya gak ditensi dan gak disuruh nimbang berat badan, langsung disuruh menghadap dokternya, ditanya-tanya pertanyaan standar orang hamil yang baru pertama periksa (di situ) -- semacam tanggal HPHT, dll -- lalu disuruh naik ke bed untuk USG. Saya milih manut saja, gak banyak protes, tapi di hati ngedumel. Meski saya kerja di Yayasan induk dari RSISA, saya harus objektif memaparkan kekurangannya jika memang ada.

Saat di USG, lagi-lagi saya speechless. Janinnya sudah mulai terlihat jelas, beda saat periksa pertama dulu. Saya kehilangan kata-kata. Bahkan tanya berapa ukurannya, bagaimana detak jantungnya, dll saja saya gak bisa. Kehilangan kata-kata. Duh Nak, kamu benar-benar bikin ibu grogi :') Dokternya juga gak inisiatif jelasin -_-, beliau cuma bilang ukurannya sesuai dengan usianya. Alhamdulillah. Tumbuhlah dengan sehat dan sempurna di perut Ibu hingga saatnya nanti kita bertemu ya, Nak :') Ohya, dr. Julian juga bilang janinnya gerak-gerak terus, jadi saat hasil USG-nya di print hasilnya gak bisa maksimal. Lho, janin belum empat bulan tuh gerak-gerak, ya? Kirain gerak-geraknya setelah masuk usia empat bulan.

Satu lagi yang saya gak suka, di ruangan periksa itu ada dua dokter KoAs yang juga mengikuti saat saya di USG, dan salah satunya adalah laki-laki. Aaarrrrgghh. Bodohnya saya, kenapa gak minta beliaunya keluar dulu. Saya juga agak dimarahi mas suami soal ini. Ohya, kalau dr. Juliannya, sebenernya enak sih diajak ngobrol. Ramah. Tapi gatau kenapa kok kurang sreg. Selain dikasih resep, saya juga disuruh test darah ke laboratorium, dan hasilnya disuruh bawa di pemeriksaan bulan berikutnya. Tapi, berhubung bulan berikutnya saya gak berniat periksa di situ lagi, jadi test darahnya saya urungkan dulu. Hehe. Resep juga saya tebus di luar karna antriannya panjaaaaang.
Ohya, selain periksa ke dokter, saya juga periksa ke Bidan dekat rumah orangtua saya di Jepara minggu lalu. Hehe. Kenapa gitu? Karena saya berniat Insya Allah ingin melahirkan di rumah bersalin milik bidan tersebut-- Bidan Indah namanya. Jadi saya ingin Bu Bidan Indah punya catatan rekam medik saya selama hamil. Bagaimana kesannya periksa di bidan? Menyenangkan. Hihi. Kalau periksa di dokter 'keistimewaannya' cuma di USG-nya, kalau di bidan kita diperiksa macem-macem. Lilang lengan, tinggi badan, cek darah, dll. Dinasehatin macem-macem juga. Terus Bu Bidan juga periksa perut saya dengan rabaan, dan beliau bilang janinnya sudah 'kelihatan'. Waktu itu usianya sudah masuk 10 minggu :) Dan yang paling istimewa sih: muraaaah. Hehe. Tapi vitaminnya gak saya minum, karna saya milih minum yang dari dokter aja.

Okesip, segitu dulu cerita tentang periksa kedua kehamilan saya, yang telat banget. Hehe. Semoga bermanfaat :)

Selasa, 02 Agustus 2016

Catatan Kehamilan: Ngidam, Mitos Atau Fakta?


Pertanyaan yang hampir pasti ditanyakan ketika bertemu dengan seseorang yang tahu bahwa saya sedang hamil muda adalah, "Kamu ngidam apa?". Dan saya, pasti akan bingung menjawabnya. Bingung karna saya gak merasakan menginginkan sesuatu dengan teramat sangat -- yang konon merupakan ciri dari orang ngidam. Bingung kenapa hampir semua orang bertanya begitu, dan bingung apakah saya aneh karna hamil dan tidak ngidam?! Iya sih, saya menginginkan sesuatu. Tapi taraf pengennya sama saja seperti dulu-dulu sebelum saya hamil, bahkan sebelum saya menikah. Tiba-tiba kepikiran suatu makanan, pengen, berusaha mewujudkan, kalo dapat Alhamdulillah, enggak ya gak papa. Gak pernah yang tiba-tiba pengen sesuatu tengah malam, terus maksa suami mencarikan saat itu pula. Saya berkali-kali memang pengen mangga muda sih. Tapi bukan karna ngidam, melainkan memang sangat suka dengan mangga muda sejak masih gadis. Kebetulan saja musim mangga mudanya bertepatan dengan saya hamil muda, jadi banyak yang menghubung-hubungkan :D

Jadi, apakah saya aneh karna gak mengalami ngidam seperti wanita hamil kebanyakan? Ngidam itu fakta atau mitos sih sebenarnya? Pertanyaan-pertanyaan itu sempat berputar-putar dalam otak saya.

Kemudian saya googling. Dari beberapa artikel yang saya baca, hampir semua mengatakan bahwa sejauh ini belum ada penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa ngidam merupakan sebuah fakta yang dialami oleh para ibu hamil. Ngidam itu biasanya gak lebih dari sebuah sugesti saja. Apalagi jika ketika hamil muda seseorang mengalami mual-mual hebat dan gak doyan makan, biasanya orang tersebut akan tersugesti untuk membayangkan makanan-makanan tertentu yang menurut bayangannya terasa enak -- meskipun saat sudah tersedia ternyata gak senikmat yang dibayangkan. Belum lagi tentang mitos jika ngidam tidak dituruti, maka si bayi kelak akan 'ngiler' alias terus-teruan mengeluarkan ludah. Sugesti dan mitos inilah yang akhirnya saling bersinergi membuat ngidam menjadi sesuatu yang seolah-olah penting sekali dan harus dituruti. Ini analisis pribadi saya saja sih. Hehe. Jika ada yang punya pendapat lain, dengan senang hati saya tunggu share-nya di kolom komentar, yah :)

Meski saya mengaku gak ngidam, tapi saya sering kok menginginkan sesuatu. Tapi apakah selalu saya tururti atau minta orang lain -- terutama suami -- untuk menuruti? Enggak! Saya berusaha pilih-pilih, mana keinginan yang boleh saya turuti, mana yang harus saya tahan. Sejak dulu, saya bertekad jika saatnya Allah mengijinkan saya hamil, saya gak pengen merepotkan orang lain -- terutama suami -- dengan keinginan-keinginan yang sekiranya gak memungkinkan untuk dituruti. Apalagi sampai menggunakan embel-embel "ini dedek bayi yang pengen", BIG NO buat saya. Saya gak pengen mengkambinghitamkan janin yang belum tau apa-apa demi kepentingan nafsu saya pribadi.

Jadi, saat menginginkan sesuatu, saya akan melihat beberapa faktor apakah keinginan tersebut boleh saya turuti atau gak perlu. Pertama, apakah sesuatu yang saya inginkan merupakan sesuatu yang mudah didapatkan? Kalau sekiranya susah, Insya Allah saya gak keberatan jika apa yang saya inginkan gak kesampaian. Kedua, meskipun keinginan saya mudah untuk dituruti, saya masih akan melihat satu hal lagi, yaitu kemanfaatannya. Saya harus sadar, dalam tubuh saya sedang ada sesosok jiwa lain yang tengah tumbuh, dan  ia masih lemah. Saya gak mau egois, memasukkan hal-hal yang sekiranya akan mengganggu dia atau gak bermanfaat buat dia. Jadi, kalo saya menginginkan -- misalnya -- buah-buahan, saya dan suami gak akan berpikir panjang untuk segera menuruti keinginan saya, karna kami tau Insya Allah buah bermanfaat buat si janin. Tapi jika yang saya inginkan adalah mie instan -- misalnya lagi -- saya akan sekuat tenaga melawan keinginan saya sendiri.

Apakah saya gak takut anak saya kelak akan 'ngiler'? Enggak, saya gak takut, karna saya gak percaya. Saya percaya bahwa Tuhan saya sesuai dengan apa yang saya persangkakan, jadi saya memilih berprasangka baik saja pada ketentuan-Nya. Lagipula, bukankah konon pendidikan anak itu dimulai sejak ia masih dalam kandungan? Jika sejak ia dalam kandungan ibunya gak belajar mengendalikan keinginan, takutnya ia juga belajar dan menyerap tentang hal itu :)

Ada satu hal lagi yang menguatkan tekad saya untuk gak selalu menuruti keinginan saat hamil dengan dalih ngidam. Yaitu sebuah tausiyah dari seorang guru saat bulan Ramadhan lalu, di sebuah majelis tarawih bersama. Saat itu saya belum tau bahwa saya hamil. Beliau menasehatkan agar kita banyak berdoa agar dikaruniai anak yang tidak merepotkan, salah satunya dengan ngidam macam-macam dan tidak masuk akal. "Tidak ada satu riwayat pun yang mengatakan bahwa ibunda para Nabi, Rasul dan para sahabat mengalami ngidam saat hamil. Maka, sebagai umatnya, seharusnya kita mewarisi hal itu. Jika kita ingin anak kita hebat sepert para Nabi dan sahabat, janganlah menjadikan mereka alasan untuk hawa nafsu kita", ucap beliau.

Sekian sharing dari Mom Wannabe sok tau. Perbedaan pendapat itu wajar, ya, teman... yuk, share pendapat kalian :)