Minggu, 20 Maret 2016

Mau Memberi Souvenir Apa Saat Resepsi Pernikahan? 5 Hal Ini Bisa Membantu Menentukan Pilihan


Souvenir merupakan salah satu item yang gak boleh dilupakan saat menyelenggarakan sebuah hajatan, salah satunya pernikahan. Semakin meningkatnya kreativitas masyarakat, maka semakin banyak pula pilihan souvenir pernikahan. Pilihan yang diberikan oleh para vendor semakin beragam.

Semakin beragamnya pilihan, tentu membawa dampak plus dan minus tersendiri. Plusnya, kita jadi punya lebih banyak pilihan yang bisa kita sesuaikan dengan keinginan kita. Minusnya, tentu saja lumayan bikin galau saat menentukan pilihan. Iya, kan? Hehe.

Meskipun kelihatan sepele, memilih souvenir pernikahan bisa juga jadi sumber konflik, lho, kalau gak disikapi secara bijak. Kita pengennya apa, calon suami punya ide apa, belum lagi pihak orang tua juga punya keinginan yang berbeda. Nah, agar bisa menentukan pilihan tentang mau memberi souvenir apa di acara resepsi pernikahanmu untuk para tamu, alangkah baiknya kita tau point-point yang bisa dijadikan pertimbangan.

Lalu, pertimbangan apa saja sih yang bisa kita pakai saat hendak memilih souvenir pernikahan? Berikut beberapa di antaranya:

1. Asas Manfaat

Souvenir pernikahan, meskipun hanya salah satu bagian kecil dalam acara resepsi pernikahan, tetap saja membutuhkan alokasi dana, kan? Alangkah sayangnya jika kita mengalokasikan dana untuk sesuatu yang pada akhirnya tidak memberikan manfaat apa-apa pada para tamu yang menerima souvenir dari kita.

Agar souvenir pernikahan tidak mubadzir, alangkah baiknya jika kita memilih sesuatu yang sekiranya akan bermanfaat bagi tamu yang menerima. Jadi, sepulangnya dari acara resepsi pernikahan, souvenir tersebut gak cuma akan tergeletak tanpa manfaat. Apa saja sih contoh souvenir yang bermanfaat? Banyak. Ada pisau, tempat tissue, dll.

2. Cari Sebanyak Mungkin Referensi

Sebelum memutuskan pilihan akan memberikan souvenir apa di resepsi pernikahan kita, ada baiknya sebelumnya kita mencari sebanyak mungkin referensi. Datangi toko-toko atau vendor penyedia souvenir pernikahan, ataupun online shop yang melayani pemesanan souvenir pernikahana yang saat ini menjamur jumlahnya.

Cari info sebanyak mungkin tentang barang apa saja yang mereka tawarkan sebagai souvenir pernikahan, dan jangan lupa tanya harganya. Dengan memiliki banyak referensi, kita akan memiliki lebih banyak pilihan dan bisa mempertimbangkan sesuai keinginan kita.

3. Unik dan Berkesan

Semua orang pasti menginginkan hari pernikahannya menjadi berkesan. Berkesan bagi kita sendiri, maupun orang-orang yang turut menyaksikan. Maka, memilih souvenir yang unik dan berkesan untuk mencapainya.

Pilihlah souvenir yang sekiranya belum banyak dipilih oleh orang lain, minimal teman-teman selingkunganmu. Jika teman-temanmu sebelumnya sudah ada yang memberikan gelas sebagai souvenir, maka sebaiknya jangan lagi memilih gelas sebagai souvenir pernikahanmu.

4. Sesuaikan dengan Tema Pernikahanmu

Jika kita mengusung tema tertentu dalam perhelatan pernikahan kita, alangkah baiknya menyesuaikan souvenir pernikahan kita dengan tema tersebut. Jika pernikahan kita bertema Islamic Wedding misalnya, alangkah kurang pas jika kita memilih magnet hiasan dengan bentuk pengantin Jawa sebagai souvenir. Hehe. Tentu saja akan lebih tepat jika kita memilih tasbih atau buku doa dzikir pagi dan petang sebagai souvenir.

5. Sesuaikan dengan Budget

Ini rasanya yang paling krusial. Sebesar apapun keinginan kita untuk memberikan souvenir yang terbaik dalam acara resepsi pernikahan kita, kita tap harus bijak. Kita tentu harus sadar bahwa kebutuhan dalam penyelenggaraan acara ini sangat banyak, dan semuanya membutuhkan budget yang tidak sedikit.

Maka, jangan lupa untuk menyesuaikan pilihan souvenir pernikahan dengan budget yang sudah kita siapkan. Jangan sampai budget kita tiba-tiba membengkak hanya karna lalai mengkalkulasi dana untuk pemilihan souvenir ini.

Yup, lima point di atas rasanya sudah sangat cukup untuk kita jadikan dasar dalam menentukan pilihan souvenir pernikahan kita. Setelah menentukan pilihan, saatnya kita menghela nafas sembari berdoa, semoga para tamu menerima souvenir pernikahan kita dengan sukacita, meskipun sederhana.

Minggu, 13 Maret 2016

Mempersiapkan Baju Untuk Akad Nikah


Akad nikah adalah prosesi yang paling utama dan paling inti dari serangkaian prosesi pernikahan yang biasa diselenggarakan. Maka, memikirkan detail akad nikah rasanya menjadi keharusan. Setelah memikirkan hal-hal yang pokok seperti wali, saksi, dan lain-lainnya, mempersiapkan baju untuk akad nikah pun tidak boleh luput dari perhatian. Pada saat akad nikah, pastilah banyak orang yang ingin menyaksikannya. Apa iya sang pengantin yang merupakan tokoh sentral dari acara tersebut, tak ingin berpenampilan yang baik?

Ada beberapa alternatif yang bisa dipilih saat mempersiaokan baju untuk akad nikah. Jika ingin simpel, kita bisa tinggal datang ke vendor persewaan baju pengantin, dan memilih baju mana yang cocok untuk disewa dan dipakai saat akad nikah. Tapi, jika mengingat betapa momen akad nikah merupakan momen sakral dan amat bersejarah, tidak heran pula banyak orang yang memilih untuk memesan baju khusus untuk akad nikah, dan menyimpannya sebagai kenang-kenangan.

Nah, saya memilih opsi yang kedua :)

Ya, akhirnya saya memutuskan untuk mempersiapkan baju untuk akad nikah secara khusus. Bukan, khusus di sini artinya bukan berarti mewah. Sederhana saja, asalkan pantas dan sesuai dengan keinginan. Keputusan tersebut saya ambil setelah berdiskusi dengan si Mas. Ia setuju saya membuat baju untuk akad nikah sendiri -- tidak menyewa -- agar nilai historisnya akan tetap terjaga. Si Mas juga menginginkan bajunya dibuat sederhana, agar bisa tetap dipakai di lain momen, misalnya untuk datang ke kondangan.

Luar biasanya, alhamdulillah proses mempersiapkan baju untuk akad nikah ini benar-benar istimewa (menurut saya). Mengapa? Yang pertama, bapak-ibu si Mas ternyata dengan sukacita menawarkan diri untuk membelikan bahan kainnya. Padahal jujur saja tadinya sempat agak kepikiran tentang budget untuk membeli kain, yang pastilah lumayan besar. Rejeki dari arah yang tidak diduga-duga :)

Yang kedua, baju akad nikah saya dijahitkan langsung oleh dua wanita yang amat saya cintai, yaitu ibu dan kakak perempuan saya, yang memang pandai menjahit. Saya sudah amat sering dijahitkan baju oleh mereka. Tapi tentu saja dibuatkan baji untuk akad nikah rasanya jauh lebih istimewa :)

Yup, kesimpulannya, baju akad nikah saya nanti -- Insya Allah -- merupakan salah satu simbol kasih sayang dari kolaborasi orang-orang yang mencintai kami dan si Mas :')

Untuk model, saya mencari inspirasi dengan blogwalking ke beberapa blog. Salah satu yang menginspirasi adalah gaun akad nikah Puput Utami, namun saya ingin membuat yang jauh lebih simple dari itu. Awalnya saya ingin baju akad nilah saya berwarna putih tulang, dengan sedikit kombinasi payet berwarna kuning emas. Tapi karna satu dan lain hal, pemberian payet sedang saya pertimbangkan kembali jadi atau tidaknya. Hehe.

Penasaran sama baju akad nikah saya? Hehe

Alhamdulillah saat ini sudah setengah jadi. Ini dia tampilannya:


Doakan semuanya lancar ya, teman :)

Senin, 07 Maret 2016

Apa Ini Syndrom Pra-Nikah?

Beberapa hari ini perasaan saya luar biasa campur aduk. Mood saya amat labil. Lagi-lagi, kata teman saya, saya sedang mengalami syndrom pra-nikah. Aneh sekali, karna gak biasanya perasaan saya begini banget, kecuali jika sedang dalam masa PMS.

Saya gak tau saya harus gimana. Tapi saya ingat, katanya, menulis itu bisa menjadi sarana self-healing yang ampuh. Maka saya memutuskan menuliskannya di sini.

Saya seperti dihantu pikiran tentang 'berganti status' yang Insya Allah akan segera saya alami. Berganti status dari anak bungsu nan manjanya Bapak-Ibuk, menjadi seorang istri. Ada semacam perasaan gak rela.. mengingat nanti setelah jadi istri rasanya agak gak pantes lagi manja-manjaan sama Ibuk, gelendotan sama Ibuk, minta disuapin Ibuk, dipijitin Ibuk kalo lagi capek, atau dikelonin Ibuk kalo lagi gak enak badan.

Berganti status dari adik kesayangannya Mbak dan Mas, menjadi seorang istri. Saya memang bisa dibilang sangat dekat dengan dua kakak saya. Kakak perempuan saya -- meskipun kalo galaknya keluar serem banget -- seperti belahan jiwa saya. Tiap saya pulang, hampir selalu pasti kami pergi berdua -- meskipun sekedar menjemput anak pertamanya sekolah. Tiap saya pulang, ia selalu menumpahkan segala kecamuk pikiran dan perasaannya. Ya, saya bisa dibilang satu-satunya tempat curhat Mbak Saya. Beda sama saya yang punya beberapa alternatif tempat curhat. Bahkan Mas Ipar saya (suami kakak pertama saya) sangat mengerti akan hal ini. Ia yang dulu awal tau kedekatan kami sempet agak cemburu dan bete, kini bahkan seperti sengaja memberi kami kesempatan untuk menghabiskan waktu berdua. Dengan kakak kedua yang biasa saya panggil Mas juga saya deket banget. Dia dari dulu manjain saya banget. Dulu, jaman masih tinggal serumah, ke mana-mana kami berdua. Waktu dia nikah, saya nangis berhari-hari seperti orang patah hati. Sering kirimin saya pulsa dan kasih uang jajan meskipun saya udah kerja. Buka, bukan soal nominalnya -- karna toh saya sudah punya gaji kan?! Tapi soal... apa ya... seneng aja pokoknya. Merasa masih 'dimanjakan' dengan pemberian-pemberian semacam itu. Dan siang ini saya tiba-tiba jadi amat sensi gara-gara Mas saya habis telfon dan bilang gak mau kasih saya uang makan lagi, karna bentar lagi saya nikah. Jleb! Saya ngrasa kakak saya merasa 'sudah harus' melepaskan saya sebagai adik tersayangnya. Dan asli, saya jadi mellow banget :(

Jujur, saat perasaan saya gak menentu gini, pihak yang paling kasian adalah si Mas. Karena dia seriiiiing banget jadi 'korban' bad mood-nya saya. Saya tau dia sama sekali gak salah. Tapi gak tau kenapa kadang suka sebeeellll banget sama dia. Ya mungkin karna saya gak tau harus melimpahkan rasa jengkel saya ini pada siapa. Duh, ini jadi keliatan banget ya kalau manajemen emosi saya masih buruk banget :( Kadang saya mikir pengen ga usah bales chatt apapun si Mas dulu, atau nyuruh dia gak hubungin saya dulu -- karna ya itu, kasian dia kalo jadi 'korban' terus padahal dia gak salah apa-apa. Tapi ya gimana, ya... saya butuh dia sebagai pelampiasan kekesalan saya :D *bercanda*

Emm, satu nasehat sahabat saya: Banyakin istighfar!!! Iya, harusnya saya praktekkin itu :(

Yaudah saya cuma bisa berdoa, semoga Allah meluaskan kesabaran si Mas karna terus-terusan saya kambing-hitamkan di tengah situasi labil hati saya :')

Rabu, 02 Maret 2016

Mau Gak Diajak Hidup Susah?


Beberapa waktu lalu sempat ramai soal pembahasan 'mau gak wanita diajak hidup susah sama pasangannya'. Hihi, telat banget sih ya kalo saya baru mau bahas sekarang. Tapi tak apa, malah jadi antimainstream, kan? #ngeles

Di facebook, pembahasan soal ini sempat terbelah menjadi dua kubu *memang selalu gitu sih, ya!*. Kubu pertama mencemooh laki-laki yang menjadikan 'mau diajak susah' sebagai salah satu kriteria istri. Kubu ini menganggap laki-laki semacam itu tidak bertanggungjawab. Wanita dibesarkan oleh ayahnya, selalu berusaha dibahagiakan, dipenuhi kebutuhannya, disayang-sayang, eh lha kok dijadikan istri 'cuma' mau diajak susah. Plis deh! *itu kata mereka lho*

Lalu kubu kedua, mengatakan.. Laki-laki menjadikan itu sebagai 'jaga-jaga saja'. Kan hari esok gak ada yang tau. Laki-laki bisa jadi berusaha sangat kuat agar bisa menjamin segala kebutuhan keluarganya, tapi ternyata ada saja yang membuat mereka kekurangan a.k.a hidup susah. Nah, pada kondisi tak terduga seperti ini, mereka berharap sang istri siap dan tak lantas pergi meninggalkannya (baca: mau diajak hidup susah).

Saya teringat pada sepotong percakapan antara Cakra dan ibunya dalam novel Sabtu Bersama Bapak. Saat itu -- dalam rangka meyakinkan Cakra agar segera menikah -- si Ibu berkata, 'istri yang baik gak akan keberatan diajak hidup susah'. Lalu Cakra menjawab dengan santun, 'tapi laki-laki yang baik gak akan tega mengajak istrinya hidup susah, Bu'.

Nah! Ketemu, kan, jalan tengahnya?! Istri yang baik (meskipun kata 'baik' luaaasss sekali pemaknaannya) tentu gak akan keberatan setia pada suaminya dalam kondisi apapun, termasuk dalam kondisi susah. Sedangkan suami yang baik tentu akan berusaha sekuat yang dia bisa untuk memastikan keluarganya selalu falam kecukupan. Gitu, kan, seharusnya?

Ya menurut saya sangat wajar sih kalau laki-laki mensyaratkan 'mau diajak susah' sebagai salah satu kriteria istri. Pernah dengar kalimat 'wanita diuji saat suaminya tak punya apa-apa'? Nah, mungkin itu sebabnya. Sedangkan kenapa wanita sering mensyaratkan 'SETIA' sebagai kriteria, karna konon 'laki-laki diuji saat ia punya segalanya'.

Lagian kenapa kita harus gusar menganggap laki-laki itu gak adil kalo menggunakan 'mau gak diajak susah?' sebagai syarat. Kita sebenernya juga sering gak adil, kan? Kita sering mensyaratkan tentang kemapanan, kan? Nah, Insya Allah soal kemapanan akan saya curhatkan di postingan berbeda. Hihi