Rabu, 08 April 2020

Nasehat Ibu: Sebuah Motto Hidup Sederhana Seorang Istri

Saya itu bisa dibilang sama sekali bukan perempuan yang #wifematerial. Lhah, kalimat pembukanya udah buka aib duluan, hehe.

Tapi beneran. Istri itu kan salah satu fitrahnya melayani ya. Sedangkan saya dibesarkan hampir tanpa dididik untuk melayani. Beda banget sama ibu saya.

Yep, ibu saya adalah perempuan dengan jiwa melayani yang totalitas banget. Logikanya, harusnya anaknya ngikuti jejak ya. Sayangnya enggak. Saking totalitasnya ibu saya dalam melayani, nggak terkecuali anak-anaknya pun jadi terbiasa untuk dilayani. Please, jangan diartikan saya dan kakak-kakak saya memperlakukan ibu kami seperti pembantu ya. Bukan. Bukan melayani yang seperti itu. Melayani yang semacam: anaknya pengen makan apa, beliau akan berusaha memasakkan meski anaknya bilang nggak usah pun nggak apa-apa. Gitu lah pokoknya.

nasehat-ibu
gemes banget! Pengen yg kayak gini Ya Allah :')
(sumber: pixabay.com)


Nah, ketidakbiasaan saya untuk melayani itu, menjadi salah satu tantangan terbesar dalam perjalanan saya berproses menjadi istri dan ibu.

Sejak awal menikah, saya langsung ngerasa, WOW, gini ya ternyata jadi istri? Waktunya makan harus inget suami, mikirin dia harus makan apa, siapin, dll. Sedangkan sebelumnya, saya tipe yang lebih rela laper daripada harus gerak. Beneran. Karna ada ibu saya yang akan dengan segala cinta-kasihnya, akan nyodorin saya makan. Itu sebabnya waktu kost, magh adalah oenyakit langganan. Saking seringnya melewatkan makan gara-gara males banget harus nyari dulu. Haha. Kebangetan!

Nah, long story short, pada kepulangan saya ke kampung halaman bulan lalu, saya sempat ketangkap sama ibu nggak memerankan fungsi istri yang seharusnya. Halah. Biasanya kan saya pencitraan dong, biar beliau bahagia. Hehe.

Ceritanya, waktu habis makan. Beliau bilang, sekalian dicuci ya piringnya. Saya bilang, nanti deh biar dicuci sama Mas Sani. Ups, keceplosan! Hihi.

Langsung deh, tausiyah dimulai. Tapi dari sekian banyak tausiyah beliau, ada satu kalimat dari beliau yang ngena banget di saya. Kayaknya itu motto hidup beliau selama berperan sebagai istri dan ibu deh. Motto hidup yang amat sederhana, tapi beneran powerfull sekali untuk membuat beliau senantiasa memberikan pelayanan terbaiknya.

Apa motto hidup sederhana itu?

Kata beliau, "jadi istri itu, tanamkan kuat-kuat dalam hati: 'kalau bukan aku siapa lagi?' - saat akan melakukan apapun. Nggak usah pikirkan dibantu atau enggak. Biar saat dibantu, kita senang dan bersyukur. Kalau udah menuntut dibantu sejak awal, dan ujungnya nggak dibantu, pasti kita akan kecewa."

Aaaaakk, JLEB JLEB JLEB!

Gimana enggak JLEB coba? Saya ini kan dari dulu hobi banget itung-itungan sama mas suami. Kalau saya udah masak, artinya dia yang harus nyuci piring. Kalau saya nyetrika, dia harus yang nyuci dan jemur. Pokoknya saya paling nggak terima kalau saya ngerjain sesuatu terus beliaunya leyeh-leyeh.

Ibu saya memang bukan perempuan yang punya konsep berpikir tentang kesetaraan gender bla bla bla gitu ya. Di otak beliau hampir nggak ada ide bahwa suami harus mau bantuin ngerjain kerjaan rumah tangga, seperti yang ada di otak saya ini. Hehe. Bagi beliau, sudah fitrahnya perempuan ngurusin rumah, dan selama mampu ya akan sekuat tenaga beliau kerjakan sendiri. Kalau Bapak punya inisiatif bantu ya Alhamdulillah, kalau enggak ya enggak apa-apa.

Qodarullah, sepulang dari kampung halaman dan mendapatkan nasehat itu, ternyata bersamaan dengan seruan pemerintah untuk di rumah saja sementara waktu, dan work from home. Bagi saya pribadi, ini seperti ujian dari Allah, apakah saya bisa mengaplikasikan nasehat ibu dengan baik atau enggak.

Buibu pasti tau ya, di rumah saja itu malah jauh lebih capek dan lebih banyak kerjaan dibanding dengan saat harus kerja di kantor. Begitupun yang saya rasakan. masak sehari tiga kali. Nyuci piring sehari entah berapa kali. Nyetrika. Dll.

Setiap malas hendak menghinggapi, atau mau mulai itung-itungan, suara ibu seperti bergaung di telinga saya, "kalau bukan aku, siapa lagi?"

Dan, magic! Kalimat itu seperti punya kekuatan yang membuat hati saya lebih legowo mengerjakan aneka macam pekerjaan, dan seperti menyuntikkan semangat meski badan rasanya udah capek banget.

Wow, betapa kita sebenernya hanya butuh prinsip-prinsip sederhana tapi powerfull ya untuk bisa terus bergerak.

Yang masih work from home, atau menemani anakknya belajar dari rumah mana suaranya? Semangat yaaa :) Semoga sepenggal nasehat sederhana ibu saya bermanfaat.