Selasa, 23 November 2021

Cerita Promil Anak Kedua (Part 6): Induksi Ovulasi

 Hai hai, ada yang nunggu cerita lanjutan promil anak kedua saya? Hehe, maapin lama banget yaaa updatenya.

Yaudah yok lanjut ya. Bismillah.

Setelah pada bulan Agustus lalu aku melakukan HSG, saat menstruasi kembali datang di bulan September, seperti biasa aku kembali datang ke dokter konsultan fertilitas di Rumah Sakit Islam Sultan Agung di hari (kalo gak salah) ke-5 menstruasi.

Tentu saja aku gak lupa membawa hasil HSG saya. Saat saya sodorkan dan dilihat oleh dokter Rini, beliau mengatakan hasilnya bagus, gak ada masalah dengan saluran tubaku. Cumaaa, aku masih bertanya-tanya tentang dokter radiologi yang kesulitan 'memasukkan' alat saat HSG hendak dimulai. Saat aku tanya soal itu ke dokter Rini, dokter Rini kekeuh bilang, gak apa-apa. Yaudah lah kalo gitu.

Baca cerita sebelumnya: Cerita Promil Anak Kedua Part 5

Lanjut, seperti biasa (lagi), dokter Rini melakukan USG Transvaginal. Kata beliau, PCO-nya membaik. Lalu beliau meresepkan obat pembesar sel telur atau kalo gak salah istilah lainnya induksi ovulasi. Obatnya diminum mulai hari ke-5 menstruasi, dan aku harus kontrol di hari ke-12 menstruasi untuk melihat ukuran sel telurnya apakah sudah sesuai harapan atau belum.

Singkat cerita, aku datang lagi di hari ke-12 dan dilakukan USG Transvaginal lagi. Haha, yang awalnya takut banget pas pertama USG Transvaginal, sampe lama-lama jadi B aja saking seringnya.

Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah, ukuran sel telurnya sudah sesuai yang diharapkan dokter Rini. Kemudian dokter Rini memberi arahan agar saya disuntik obat pemecah sel telur.

Nah, dimulai nih dramanya.

Saat perawat menelfon bagian farmasi untuk kpnfirmasi apakah obat tersebut ready atau tidak, ternyata jawabannya tida. Konon, obat tersebut memang gak selalu ada di rumah sakit umum, karena jarang sekali yang membutuhkan, dan harganya lumayan mahal.

Padahal, obat itu harus disuntikkan hari itu juga. Akhirnya perawat membantu dengan menelfonkan RSIA Kusuma Pradja, dan Alhamdulillah di sana ready.

Akhirnya aku dan mas suami, di tengah cuaca Semarang yang saat itu kayaknya sedang di puncak panas, siang bolong, tancap gas naik motor ke RSIA Kusuma Pradja untuk menebus obat tersebut.

Oleh perawat RSI Sultan AGung saya dipinjami cooler bag yang sudah dilengkapi ice gel, karena obat pemecah sel telur ini suhunya harus terjaga.

Pas sampai Kusuma Pradja dan tiba saatnya membayar di kasir, aku agak shock. Kenapa? Mahal banget harganya, cuy! Haha. Ya dari awal emang dokternya udah bilang obatnya mahal. Cuma aku kira gak semahal itu. Kirain masih di kisaran ratusan ribu. Ternyata? 1.350.000. Hihi.

Tapi yaudah, karena memang sudah niat, Bismillah. Semoga Allah ridho dengan ikhtiar kami. Cuma itu doa kami saat itu.

Beres urusan di Kusuma Pradja, kami kembali ke RSI Sultan Agung untuk meminta tolong disuntikkan obat tersebut. Sebetulnya, kami disarankan agar suntiknya saat di rumah saja, disuntikkan sendiri oleh suami. Tapi suami gak cukup siap mental untuk melakukan itu. Jadi ya kami minta tolong perawat aja yang nyuntik.

Disuntiknya di daerah bawah pusar. Dan kami diminta berhubungan (kalau gak salah ingat) 48 jam sejak aku disuntik pemecah sel telur itu. Hihi. Kebayang gak sih, berhubungan jadwalnya udah ditentuin gitu?

Sezuzurnya, jadi gak ada nikmat-nikmatnya sama sekali. Plus, entah kenapa saat itu kok aku kayak udah ada feeling 'gak berhasil'.

Paginya, perutku sakiiittttt banget, Super nyeri. Pas konsul ke dokter, katanya kemungkinan itu nyeri ovulasi. Tapi beneran nyeri banget, sampe aku minta ijin ke atasan untuk berbaring sebentar di ruang arsip kantor.

Singkat cerita, sesuai perkiraan, mensku kembali datang, tepat di tanggal perkiraan menstruasi di aplikasi pencatat siklus mens. Patah hati? Pastinya.  Tapi gak terlalu parah, karena udah ada feeling dari awal.

Hari ketiga mens, balik lagi ke dokter. USH Transvaginal lagi. Subhanallah 😂

Dokternya bilang, coba lagi dengan metode yang sama (induksi ovulasi dan suntik pemecah sel telur). Kalau 3x gak berhasil, disarankan lanjut inseminasi. Wow, langsung jiper tentu saja.

Pertama, suntik pemecah sel telur 2x lagi aja biayanya belum ada bayangan, eh inseminasi. Allahu Akbar 😅

Setelah penuh kegalauan berunding dengan suami yang lebih banyak nurutin apa mauku, akhirnya kami sepakat memutuskan untuk istirahat dulu. Istirahat ke dokter. Mengistirahatkan mental dan dompet. Hehehe.

Tapi bukan berarti kami berhenti berusaha. Kami hanya berpindah ke ikhtiar yang lainnya. Udah kepanjangan, Insyaa Allah menyusul part selanjutnya yaaa.