Kamis, 22 September 2016

Catatan Kehamilan: Surat Untuk Anakku

pixabay.com

Assalamu'alaikum, Nak...

Apa kabarmu di alam rahim? Semoga rahim ibu cukup kondusif sebagai tempat bertumbuhmu, ya. Tumbuhlah dengan sempurna di rahim Ibu. Di sini, ibu akan berusaha semampu ibu untuk selalu memenuhi apa-apa yang kamu butuhkan selama proses tumbuhmu. Gak cuma selama kamu ada di rahim Ibu, Insya Allah, melainkan hingga nanti ketika kita sudah bisa berkumpul di alam dunia yang sudah menua ini. Semoga ALlah mengijinkan. Semoga Allah menganugerahi ibu, umurmu dan umur ayahmu dengan umur yang barokah.

Minggu lalu, Nak, ketika ibu memeriksakan diri ke bidan, Ibu diperdengarkan bunyi detak jantungmu. Masya Allah... kamu pasti tau betapa bahagianya ibu. Betapa ibu benar-benar merasa jatuh cinta bahkan sebelum bertemu denganmu. Sehat terus ya anak ibu.

Oh ya, beberapa minggu lalu ayah dan ibu mengikuti kajian yang temanya tentang akhir jaman. Dan kamu tau, Nak, ibu takut sekali. Ibu takut karna ibu tau, bahwa kamu akan menjadi bagian dari generasi akhir jaman. Ibu takut, karna hidup di akhir jaman ini sungguh tidak mudah, Nak. Penuh godaan yang mengoyak-oyak benteng keimanan kita. Dan jika iman kita tak seberapa kuat, pastilah dengan amat mudah kita dirobohkan. Maka, dibutuhkan pondasi iman yang beberapa kali lipat lebih tangguh, Nak, untuk bisa hidup di akhir jaman agar bisa tetap berdiri di atas kebenaran. Dan sekali lagi, ibu takut... mampukah ibu membuat pondasi keimananmu kelak kokoh tak tergoyahkan? Karna ibulah yang akan menjadi peletak batu pertamanya. Ibu takut sekali. Tapi ibu tau, ibu tak boleh hanya fokus pada ketakutan itu. Yang jauh lebih penting sekarang adalah mempesiapkan diri untuk menjadi madrasah buat kamu. Dan usaha pertama yang ibu lakukan adalah: berdoa. Iya, berdoa. Karna doa adalah sebaik-baik senjatanya orang beriman, Nak. Ingat itu, ya. Ah, meski mungkin doa yang ibu langitkan, belum ada apa-apanya dibandingkan dengan doa-doa yang Mbah Putrimu langitkan. Mbah putrimu itu Nak, wanita luar biasa kuat karena doa. Kalau bukan karena doa, entah sudah seberapa hancur ia hari ini. Nanti ya, beberapa bulan lagi Insya Allah ibu kenalkan sama Mbah Putri. Kamu pasti akan langsung tau seberapa besar kekuatan cintanya buat kita hanya dengan melalui sentuhan tangannya.

pixabay.com

Ah, kok tiba-tiba sampai Mbah Putri. Hehe, mungkin karna sejujurnya hati ibu sedang gerimis hari ini. Hari ini, usia kamu empat bulan di perut ibu, Nak. Katanya, pada usia ini Allah menipukan ruh padamu. Maka, Mbah Putrimu di Jepara sana bikin acara selamatan empat bulanan. Beliau dan para tetangga akan bantu ibu untuk doain kamu. Semoga Allah meniupkan ruh dengan iman dan akhlak yang lurus padamu, memberimu umur panjang yang berkah, kesehatan, serta kesempurnaan lahir-batin, jasmani-rohani. Aamiin. Tapi maaf ya nak, ayah dan ibu gak bisa ajak kamu pulang ke rumah Mbah Putri yang sedang membuat acara buat kamu. Bukan ibu gak mau, tapi ibu sedang tidak mampu. Lain waktu ya, Nak... ayo, kuatin ibu.

Satu lagi, Nak... ibu mau bilang, terima kasih, ya. Terima kasih karna kamu udah baiikkkk sekali sama ibu sejak di dalam kandungan. Sejak awal kamu ada, gak sekalipun ibu merasakan mual atau susah makan. kalaupun ada keluhan satu-dua, gak jadi masalah, Nak, buat ibu. Ibu kuat, Insya Allah, asalkan kamu tetep sehat. Maafkan, karna mungkin justru ibu yang sering gak baik sama kamu. Ibu cengeng, kamu pasti tau, ya. Dan tiap ibu nangis, kamu pasti merasa gak nyaman ya di dalam. Maafkan ibu ya, Nak. Nanti kamu jangan kayak ibu. jadilah anak yang kuat, dan menguatkan ibu. Jadilah alasan buat ayah dan ibu untuk selalu merasa bahagia dan bersyukur.

Perjalanan kita baru (atau sudah?) empat bulan, Nak. Masih ada beberapa bulan lagi yang tersisa sebelum akhirnya kita bisa bertemu. Kita berjuang bareng-bareng ya, Nak. Kita harus sama-sama sehat. Ayahmu juga selalu dukung kita dengan berbagai macam usaha dan pengorbanannya, demi kita berdua selalu sehat. Jadi, yuk, janji ya sama Ibu, kita harus berjuang bareng, sehat bareng. Semoga Allah ridho ya, Nak. Tumbuhlah dengan sehat dan sempurna di perut Ibu.

Sampai sini dulu ya, Nak. Sebentar lagi Ashar. Kapan-kapan Insya Allah ibu tulisan surat lagi buat kamu :')

Sun sayang dari Ibu yang jatuh cinta bahkan sebelum bertemu kamu.

Kamis, 15 September 2016

Doa Malam Pertama Bagi Pengantin Baru

Wuiihhh, judulnyaaa... Ahahaha.

Mau nulis ini maju-mundur sebenarnya. Tapi Bismillah, saya niatkan berbagi ilmu. Karna toh saya tau tentang ini awalnya juga karna ada orang lain yang berbaik hati membagi ilmunya. Kesannya mungkin gimanaaa gitu ya gara-gara ada kata-kata 'malam pertama'-nya. Tapi Insya Allah yang baca blog ini sudah dewasa, dan ini bukan hal tabu lagi. Misal ternyata ada pembaca yang belum dewasa, gak ada salahnya. Ini ilmu Nak, rekam dan aplikasikanlah jika sudah saatnya kelak. #soktua

Malam pertama adalah salah satu moment paling mendebarkan bagi penganti baru setelah akad nikah. Ya gimana enggak berdebar?! Ada di satu kamar sama laki-laki yang belum lama kita kenal, yang saat itu sudah berhak atas diri kita seutuhnya. Bayangin coba! Hihi. Ya kecuali kalo udah pacaran lama, terus udah sering sentuh sana sentuh sini, ya. Gak tau deh apa mereka masih bisa merasakan 'keistimewaan' malam pertama atau enggak.

Malam Pertama itu ada ilmunya

Nah, yang gak boleh kita lupa, malam pertama itu ternyata ada ilmunya. Gak asal srudak-sruduk kayak kebo. Haha. Biar apa? Lah, kan kita berharap rumah tangga kita barakah kan? Kita berharap menghasilkan keturunan yang sholih-sholihah dari interaksi kita dengan pasangan kan? Salah satu ikhtiar untuk mewujudkan hal itu ya salah satunya dengan mengawali interaksi kita bersama pasangan dengan doa.

Ada dua teks doa yang menurut saya bisa disebut sebagai doa malam pertama. FYI, doa malam pertama itu hanya istilah sih sebenarnya. Pada kenyataanya doa ini gak harus dibaca saat malam. Kapan dibutuhkannya aja. Pada kasus saya, dua-duanya gak dibaca saat malam. Haha.

Terus gimana doanya?

Seperti yang saya bilang di atas, saya akan membagi dua doa yang tentunya saya ambil dari sumber yang terpercaya. Jadi bukan doa karangan saya, ya.

Yang pertama
Doa yang pertama adalah doa pengantin laki-laki (suami) pada pengantin perempuan (istri) sesaat setelah akad nikah, atau saat pertama kali mereka bertemu setelah dinyatakan sah sebagai suami-istri.

Lafalnya:
saya ambil dr tabirjodoh.worpress.com. Tapi tau doa ini pertama bukan dr web ini.
 Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan Aku berlindung kepadaMu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya”.
Dulu Mas Suami baca ini tepat setelah akad nikah. Tapi kan rame banget ya, terus direcokin mas potograper segala, jadi kurang khusyuk gitu. Akhirnya, si Mas ngulang baca doa ini lagi setelah acara resepsi usai, waktu kita udah di kamar berdua aja. Uhuy! Hehe. Sore-sore, bukan malam. Jadi doa sore pertama dong, bukan malam pertama =D Ohya, baca doa ini sambil pegang ubun-ubun istri, ya.

Yang kedua

Naaahh, ini niihhh. Hihi. Doa ini dibaca saat akan 'malam pertama', meskipun sekali lagi, prakteknya gak harus malam =P Iya, jadi doa yang kedua ini merupakan doa yang dibaca saat akan menunaikan 'ibadah'. Atau biar jelas, sebut saja saat akan jimak. Hehe. Jadi, doa ini gak hanya dibaca saat pertama kali 'ibadah' saja ya, melainkan harus dibaca setiap akan 'ibadah' kapanpun itu.

Berikut lafal doanya:
saya ambil dr. http://doadzikirwirid.blogspot.co.id
Dulu, sampai dua hari menjelang menikah, saya masih belum benar-benar hafal doa ini lho. Kenapa? Soalnya saya malu. Saya masih menganggap hal ini tabu, dan menghafalkan doa ini rasanya saya jadi risih. Hihi, aneh ya saya. Sampai saat hari terakhir masuk kerja sebelum cuti menikah, seorang atasan memberikan secarik kertas kecil pada saya, yang ternyata tertulis lafal doa tersebut. Beliau juga berpesan, harus hafal, gak perlu malu, karna itu memang salah satu hak dan kewajiban dalam pernikahan. Hehe. Dan pada kasus saya, lagi-lagi doa ini gak dibaca benar-benar di malam pertama. Soalnya pas nikah saya masih dalam kondisi kedatangan tamu bulanan hari kedua =D

Sekian dulu ya tulisan tentang doa malam pertama bagi pengantin baru. Semoga bermanfaat, khususnya bagi yang sebentar lagi mau nikah. Kan lagi musim kawin nih kata orang =D Bagi yang belum ada rencana menikah, gak usah galau baca tulisan ini. Gak ada salahnya belajar dulu, Insya Allah bagian dari usaha memantaskan diri =))

Jumat, 09 September 2016

#sanirosastory: Prosesi Adat Tumplak Punjen dan Filosofi di Baliknya

Saat menjelang menikah beberapa bulan lalu itu, sejujurnya saya ingin gak perlu ada prosesi-prosesi adat di dalamnya. Yang simpel-simple saja lah. Tapi apa daya, saat menikah bisa dibilang kita itu hanya 'lakon' yang skenarionya gak mungkin sepenuhnya ditentukan oleh si lakon sendiri. Beberapa anggota keluarga -- terutama Ibuk -- pengen prosesi adat tetap dilakukan, walaupun gak lengkap dan gak saklek. Ibuk sebenernya bukan orang yang masih menjunjung tinggi adat jawa sih. Kayaknya paham filosofi-filosofinya juga enggak. Hehe. Beliau cuma seneng aja nanti album fotonya jadi isinya lebih berwarna oleh beragam pose saat prosesi adat. Ahahaha. Tapi prosesi adat di pernikahan saya juga seadanya sih. Dari mulai rangkaiannya, peralatannya, dan segala macemnya jauh lah dari standar prosesi adat yang baik dan benar sesuai tuntunan. Hihi. Semoga gak dianggap merusak adat, ya :)

Tapi, dari beberapa prosesi adat yang saya jalani di hari pernikahan saya, ada satu prosesi adat yang paling disukai Ibuk, dan menjadi salah satu cita-cita Ibuk sejak lama jika suatu hari saya menikah. Apa itu? Tumplak punjen. Iya, tumplak punjen adalah prosesi adat yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat di wilayah saya. Yang lain-lainnya sih jarang.

Apa itu tumplak punjen? Yang orang Jawa pasti tau ya, atau paling gak punya gambaran. Kalo di benak saya sih tumplak punjen itu nyebar uang receh untuk diperebutkan para tamu yang hadir. Tumplak punjen biasanya diadakan hanya di pernikahan anak bungsu, atau di pernikahan terakhir dalam sebuah keluarga (jika si bungsu menikah lebih dulu dari sang kakak). Mungkin ini yang bikin tumplak punjen jadi istimewa.

Berhubung rumah saya itungannya di desa banget -- yang mana orang desa itu cenderung cuek sama yang namanya pakem, maka tumplak punjen yang sering saya lihat ya sekedar sekeluarga berdiri berurutan dari yang tua ke yang muda, lalu jalan muterin gerabah yang isinya air, lalu tiba-tiba uang disebar dan diperebutkan. Sudah, gitu doang. Nahh, saat pernikahan saya, baru deh dijelasin sama Bapak Pranotocoro urutan-urutan prosesinya -- walaupun saya masih tetep ga tau sih ini sudah bener-bener sesuai pakem apa belum. Hehe.

Kakak saya saat menyampaikan ucapak maaf dan terima kasih pada Bapak-Ibu
Jadi, pertama, kakak laki-laki saya -- mewakili saya dan kakak perempuan, menyampaikan beberapa kalimat. Isinya adalah permintaan maaf pada Bapak dan Ibu atas segala kesalahan kami selama ini, ucapan terima kasih atas segala kebaikan mereka pada kami hingga hari ini, dan permohonan doa agar rumah tangga kami senantiasa diberkahi oleh Allah. Huhu, momen ini lumayan bikin terharu. Tapi nangisnya ditahan lah ya, kan gak lucu kalau bulu matanya lepas. Huahaha.

saat kakak saya sungkem

waktu saya nerima sangu dari Ibuk. Hehe
Kedua, harusnya Bapak menjawab apa yang telah kakak saya sampaikan. Tapi berhubung Bapak saya orangnya merasa gak pede ngomong di depan para tamu undangan, akhirnya di-skip deh. Hihi. Lalu dilanjutkan sungkeman. Diawali oleh kakak tertua saya beserta suami dan anaknya, lalu kakak kedua bersama istri (anaknya lagi tidur), kemudia saya dan Mas Suami. Nah, saat sungkem itu, Ibu memberikan kantongan berwarna putih yang isinya uang. Ceritanya, uang tersebut merupakan 'sangu' terakhir dari Bapak-Ibu untuk modal hidup kami ke depan. Uangnya masih saya simpen sampai sekarang lho. Hehe.

sampai sekarang kita gak tau kenapa ekspresinya pada gak jelas gitu :D

ini waktu jalan muter-muter
Setelah sungkeman, kami lalu berdiri berurutan (yang paling depan Bapak -- yang paling sepuh -- dan paling belakang saya -- bungsu). Lalu salah satu saudara yang kami tuakan memegang pecut, yang konon filosofinya adalah bentuk dukungan atau support dari para sesepuh agar kami bisa sukses. Lalu kami jalan mengitari gerabah berisi air dan bunga setaman yang ditutup dengan tampah (tau tampah gak ya?). Setelah tiga kali putaran, Ibu mengambil gerabah yang kami kitari tersebut, lalu melemparkannya hingga pecah berserakan di depan pelaminan. Filosofinya, kini saatnya kami 'memecah', tidak lagi bersatu di satu rumah melainkan berpencar untuk menjalani kehidupan masing-masing, sedangkan bunga setaman melambangkan harapan Ibu agar hidup kami senantiasa 'wangi' dimanapun berada. Huhu, so sweet ya.

Setelah gerabah dilemparkan oleh Ibu, saudara yang kami anggap sepun lalu menyebarkan uang receh dan beras kuning untuk diperebutkan oleh para tamu undangan. Filosofinya sebagai bentuk syukur atas nikmat yang ingin kami bagi dengan semua sanak-kerabat. Sudah deh, selesai. Hehe.

ini waktu saudara yang dituakan nyebar uang. Yang dituakan belum tua sih :D
 Ternyata di balik proses-prosesi adat itu terkandung nasehat-nasehat luhur kehidupan ya jika kita mau mendalami. Jadi jangan cuma diikuti seolah itu ritual sakral, tanpa tau artinya. Apalagi jika sampai menyusupkan mitos-mitos tertentu yang merusak aqidah. Itu tuh yang gak bener. Contohnya dalam prosesi tumplak punjen. Mitosnya, uang yang kita dapat dari hasil rebutan itu bisa jadi penglaris usaha jika disimpan. Duh duh, ini gak bener banget! Syirik jatuhnya. Saya berlepas diri dari apa yang para tamu saya lakukan dengan uang sebaran saat acara tumplak punjen di pernikahan saya.