Kamis, 23 Juni 2022

Surat Cinta Untuk Anak Pertamaku

Assalamu'alaikum. Hai, Nak...

Hehe, akhir-akhir ini kamu sering protes yaa kalau ibu panggil 'nak'. Karena kamu merasa panggilan 'nak' itu untuk anak yang masih kecil, sedangkan kamu merasa sudah besar.

"Kakak bu, bukan nak..." begitu katamu. Ah iya ya... anak kesayangannya ibu sebentar lagi jadi kakak. Masyaa Allah tabarakallah.

Maafkan ibu yaa, yang sampai sekarang belum juga terbiasa manggil kamu dengan sebutan 'Kakak'. Masih sering keceplosan panggil nama langsung. Tapi ibu akan berusaha.

Akhirnya yaa, Kak... setelah ratusan doa yang kita langitkan bersama, Insyaa Allah sebentar lagi akan hadir seorang adik bayi di tengah-tengah kita. Seorang adik bayi yang pasti akan menjadi fasilitator untuk kita bertumbuh menjadi pribadi baru, yang semoga jauh lebih baik.

Dulu Kak, hati ibu serasa diremas-remas tiap mendengar kamu berdoa.

"Ya Allah, berikan Faza adek, biar Faza nggak kesepian. Adeknya Faza jangan lama-lama disimpan di langit ya Ya Allah..."

Harus ibu akui, doa-doamu itulah yang menjadi pemantik semangat ayah dan ibu untuk terus berikhtiar dan berdoa lebih kuat lagi agar Allah berkenan menitipkan amanah itu pada kita.

Dan Alhamdulillah, Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim, mengabulkan doa-doa kita.

Maka dari itu Kak, betapa ibu kaget ketika kemarin, kamu tiba-tiba berucap, "Aku harusnya nggak punya adek aja. Nanti kalau aku punya adek, pas lagi mainan, ibu suruh aku 'Zaaa, bikinin adek susu', terus 'Zaaa, jagain adeknya"

Deg!

Ya Allah, nak... maafkan ibu. Maafkan jika selama ini, usaha ibu untuk sounding ke kamu tentang peran seorang kakak, justru membuat kamu merasa terintimidasi oleh bayangan betapa beratnya peran itu bagimu.

Akhir-akhir ini, jujur saja ibu agak kewalahan menghadapi kamu. Ibu sampai merasa, yang dua mingguan ini ibu hadapi sama sekali bukanlah Faza yang ibu kenal. Emosimu sangat labil. Meledak-ledak. Dan sangat menguji kesabaran ayah-ibu, yang sayangnya masih lebih sering tidak sabarnya :'(

Tapi akhirnya ibu sedikit menemukan 'clue', nak. Tentang apa sebab dari labilnya kamu akhir-akhir ini. Mungkin ini akumulasi dari gejolak perasaanmu selama beberapa bulan terakhir ini, sejak kita tau di dalam perut ibu sedang tumbuh adek janin.

Seringkali sepulang ibu kerja, kamu sering minta ditemani mainan, dan sering pula ibu menjawab, "ya Allah, nak... punggungnya ibu sakit sekali, kan ibu sedang hamil..."

Tanpa ibu sadar, ibu terlalu sering menuntut kamu memahami ibu, memahami apa yang ibu rasakan. Dan di saat bersamaan, ibu seolah lupa bahwa kamu juga punya perasaan yang butuh dipahami.

Berkali-kali kamu mengungkapkan kekecewaanmu tentang ibu yang sekarang jarang sekali menemani kamu main karena alasan hamil. Tapi ibu bebal sekali tetap gak mau mengerti perasaanmu. Maafkan ibu ya, nak...

Akhirnya pelan-pelan ibu memahami, bahwa bukan cuma ayah dan ibu yang sedang kerepotan menghandle hati dan pikiran menjelang hadirnya anggota keluarga baru, tapi kamu pun juga merasakan hal yang sama.

Beberapa kali kamu tampak memikirkan sesuatu, lalu mengucapkan kalimat-kalimat yang membuat hangat hati ibu. Seperti kemarin, tiba-tiba kamu bilang, "Yaudah Bu, nanti kalau adek sudah lahir, kalau ayah capek cuci baju, Faza aja yang jemur. Nanti Faza bantu cuci botol susu adek juga."

Masyaa Allah, nak... Kepikiran sekali yaa sama peran baru sebagai kakak yang sebentar lagi akan kamu sandang?

Faza, anakku sayang... percaya sama Ibu, meski nanti sudah ada adek, sama sekali bukan berarti sayangnya ibu untuk kamu akan terbagi apalagi terkurangi. Sayangnya ibu justru akan berkali-lipat lebih besar sehingga tetap cukup dan rata untuk kalian berdua.

Jika nanti dalam perjalanannya kamu merasa ada sikap ayah atau ibu yang seolah berat sebelah, semoga kamu selalu punya hati yang lapang untuk memaafkan kami ya, Nak. Semoga kamu akan selalu paham bahwa itu bukan tolok ukur bahwa sayang kami ke kamu berkurang sejak ada adek.

Faza, anak pertamaku sayang... Ibu tau kamu tidak pernah memilih dilahirkan sebagai anak pertama.

Meski begitu, kamu mungkin akan menanggung beberapa konsekuensi atas sesuatu yang tidak pernah kamu pilih itu, nak. Konsekuensi yang mungkin adakalanya terasa berat.

Mungkin, ayah-ibu akan adakalanya secara tidak langsung 'menuntutmu' untuk bisa menjadi contoh yang baik bagi adik-adikmu. Atau membebankan tanggung jawab yang jauh lebih berat dari yang diterima adik-adikmu. Maafkan, ya nak.

Tidak apa-apa ya, nak. Karena menjadi anak pertama adalah takdir ya telah Allah gariskan untukmu, ayah-ibu yakin, Allah pun juga akan memberikan pundak yang kokoh untuk menanggung itu.

Yang pasti, meski kamu anak pertama, bukan berarti kamu harus selalu kuat, nak. Adakalanya kamu merasa lemah atau ingin menangis. Dan itu boleh. Sesekali merasa lemah justru menunjukkan sifat kemanusiawianmu. Karena sejatinya manusia memang lemah, dan justru itu kita selalu perlu meminta kekuatan dari Allah yang Maha kuat.

Dan, ingat satu hal ini, nak. Sampai kapanpun, sudah sejauh apapun langkahmu kelak, ibu akan selalu siap menjadi tempatmu pulang, saat kamu merasa butuh pelukan untuk menguatkan.

Dear Faza, anak pertamaku... frasa terima kasih rasanya tidak akan cukup untuk mewakili apa yang ingin ibu ungkapkan padamu.

Tapi apa daya, bahasa manusia terbatas, dan terima kasih memang rasanya masih jadi yang paling tepat.

Terima kasih ya, Nak. Terima kasih karena kamu adalah Guru Besar pertama dalam sejarah kehidupan ibu. Guru besar yang menemani ibu bermetamorfosis menjadi manusia baru.

Karena kamu, ibu jadi tau rasanya bertahan dari rasa sakit luar biasa lebih dari 12 jam -- yang ajaibnya langsung hilang begitu saja ketika kamu keluar.

Karena kamu, ibu jadi paham arti berjuang mati-matian untuk bisa memberimu ASI full selama 6 bulan, meski 24 jam hidup ibu rasanya jadi hanya tentang pumping pumping dan pumping.

Karena kamu, ibu jadi bisa sedikit mengalahkan ego untuk tetap bangkit dari rebahan ketika kamu mengeluh lapar. Padahal dulu, ibu akan selalu lebih memilih kelaparan daripada harus bergerak, sampai Mbahbuk harus mengalah menyuapi ibu demia tidak ingin melihat ibu telat makan.

Ya, karena kamu nak... kamu mendobrak zona nyaman yang selama berpuluh tahun ibu pertahankan.

Tapi apakah artinya ibu sudah banyak berkorban untukmu? Tidak, nak. Sama sekali tidak.

Kenapa ibu harus menyebutnya sebagai perngorbanan seolah ibu adalah 'korban'? Padahal kehadiranmu selain karena atas kehendak Allah juga karena ayah-ibu sendiri yang menginginkan.

Artinya, apapun yang ayah-ibu lakukan untukmu adalah sesuatu yang memang sudah seharusnya ayah-ibu lakukan, sebagai tanggungjawab telah menjadi perantara hadirmu di dunia.

Sepertinya surat ibu sudah terlalu panjang. Semoga suatu hari kelak, entah masih ada ibu di dunia ataupun tidak, kamu punya kesempatan untuk membaca ini ya.

Sekali lagi, tanamkan di benakmu baik-baik, ibu sayang kamu tanpa syarat. Selama ibu ada di dunia, ibu berjanji akan berusaha untuk menjadi tempat paling nyaman untukmu beristirahat dari segala lelah dan bisingnya dunia.


Dari ibu yang penuh kekurangan,

tapi selalu ingin mencintaimu tanpa batasan.