Setelah menikah, idealnya langsung tinggal terpisah dari orangtua, meskipun harus ngontrak. Begitu kata beberapa orang. Lebih ideal lagi kalau sudah punya rumah sendiri ya. Tapi itu kan kondisi idealnya. Sedangkan hidup seringkali memaksa kita untuk gak selalu ada di kondisi ideal tersebut.
Bagaimana jika ternyata suami kita adalah seorang anak tunggal atau anak bungsu, sedangkan orangtuanya sudah lanjut usia. Hanya suami kitalah yang diharapkan untuk bisa menemani mereka di hari senja. Apa iya kita sebagai istri akan tega memaksa tinggal terpisah dari orangtua suami alias mertua kita, demi bisa ada di kondisi ideal di atas? Apa kabar hati nurani?
Baca juga: WHAT, Tinggal Sama Mertua??!!
Baca juga: WHAT, Tinggal Sama Mertua??!!
Sedangkan di sisi lain, tinggal bersama mertua merupakan momok yang menghantui banyak orang. Pasti sudah banyak yang tau atau pernah mendengar cerita tentang banyaknya kisah lika-liku tinggal bersama mertua. Sebagian kisah yang pernah saya dengar rasanya seperti menggambarkan bahwa mereka yang tinggal bersama mertua susah sekali bahagia. Padahal kebahagiaan itu hak semua orang. Apa iya hak berbahagia jadi gak bisa kita dapatkan saat tinggal bersama mertua? Harusnya tidak ya!
Dulu saya sempat berpikir begitu sih. Parno setengah mati saat tau bahwa setelah menikah kemungkinan besar saya harus tinggal dengan mertua. Merasa saya akan sulit bahagia. Tapi, dari hasil sharing dengan teman, membaca dan pengalaman pribadi #cieh, saya akhirnya menyimpulakn beberapa point agar kita tetap bahagia meski tinggal dengan mertua. Apa aja pointnya? Yuk, simak!
Luruskan Niat
Yang muslim pasti tau, bahwa surganya perempuan yang sudah menikah itu ada pada suami kita. Sedangkan surganya suami kita tetap berada pada ibunya -- yang berarti mertua kita. Maka dari itu, salah satu kewajiban seorang istri adalah mendukung dan membantu suami untuk meraih ridho ibunya dengan berbakti.
Nah, karna setelah menikah kita dan suami merupakan satu paket tak terpisahkan, maka saat kita berbakti pada mertua sama saja dengan membantu suami berbakti pada orangtuanya. Iya, kan? Maka, saat harus tinggal bersama mertua niatkanlah untuk membantu suami berbakti pada orangtuanya. Yakinlah bahwa keputusan tinggal bersama mertua tersebut merupakan ladang amal bagi kita. Anggap mertua seperti orangtua kita sendiri, agar gak ada perasaan terpaksa.
Tetaplah Jadi Diri Sendiri
Ini penting sekali! Jangan pernah coba-coba menjelma jadi orang lain karna tinggal bersama mertua. Biasanya hal ini terjadi saat masa-masa awal karna masih merasa harus jaim alias jaga image. Kalau kita terus-menerus jaim, hanya perasaan gak nyaman yang akan kita dapatkan.
Di rumah, saya gak pernah ngepel. Saya cerita terus terang pada ibu mertua tentang ini. Wallahu a'lam penilaian beliau bagaimana. Tapi saat memang ada waktu dan lantai memang butuh dipel, saya gak segan mencoba mengepel (meskipun kikuk karna gak terbiasa). Yang jelas, saya ngepel karna saya memang mau dan ingin. Bukan karna agar dipandang mertua begini dan begitu.
Berusaha menjadi lebih baik itu harus, tapi jangan sampai membuat kita gak menjadi diri sendiri. Berusahalah melakukan yang terbaik, tanpa menjelma jadi orang lain.
Gak Perlu Semua Hal Dimasukkan ke Hati
Sebenarnya ini gak hanya berlaku bagi kita yang tinggal bersama mertua, ya. Hidup kita akan sangat gak tenang jika semua-mua kita masukkan ke hati. Mari belajar untuk menyaring mana yang perlu masuk ke hati, mana yang gak perlu. Karna memasukkan semua ke hati hanya akan membuat hidup kita tersiksa dan gak bahagia.
Apalagi dalam hubungan berkeluarga -- termasuk dalam hubungan dengan mertua. Mertua adalah seseorang yang belum terlalu kita kenal. Belum terlalu tau seluk-beluk diri kita, pun sebaliknya. Apalagi rentang umur yang jauh, pasti berimbas pada berbagai perbedaan cara berpikir, cara menanggapi sesuatu, dll. Jadi jika sekali waktu ada perbedaan pendapat atau gesekan, itu wajar sekali. Jangankan sama mertua, sama orangtua kandung sendiri pun kita sering bergesekan, kan? Maka...
Baca Juga: Tips Membangun Hubungan Baik Dengan Mertua
Jangan Mendramatisir
Yup... Maka, jangan mendramatisir saat terjadi permasalahan. Karna itu akan membuat masalah kecil jadi besar, percikan kecil jadi bara. Kalau suatu waktu terjadi sedikit beda pendapat, misalnya. Setelah saling mengungkapkan pendapat ya sudah, jangan didramatisir dengan cara update status di facebook lah, curhat ke sana-sini lah. Yakin, kita gak akan mendapatkan solusi, malah akan membuat semua semakin menjadi-jadi. Beda pendapat dengan siapapun itu sangat-sangat lumrah, kan? Atau saat ibu mertua mengkritik masakan kita. Jangan didramatisir dengan menganggap ibu mertua gak suka sama kita, cerewet, jahat, kejam, tega, dan lain sebagainya. Cukup sadari saja bahwa lidah orang itu beda-beda. Selesai.
Lebih Baik Diam dan Mengalah
Diam lebih baik daripada emas. Mengalah itu bukan berarti kalah. Saat terjadi perbedaan pendapat dengan mertua, gak ada salahnya bagi kita sebagai menantu (anak) diam dan mengalah. Diam dan mengalah bukan berarti harus menyetujui pendapat beliau kok. Hanya saja jauh lebih baik bagi kita untuk menghindarkan diri dari debat. Bagaimanapun, mertua seringkali punya sisi egoisme sebagai orangtua yang kurang suka didebat pendapatnya. Ini lagi-lagi bukan gak hanya ada pada mertua sih menurut saya, orangtua kita sendiri pun kadang begini, kan?
Yang jelas, gak peduli apakah kita tinggal bersama mertua, tinggal di kontrakan atau langsung di rumah pribadi setelah menikah, kita semua tetap punya hak yang sama untuk bahagia. Dan yang paling menentukan hal itu adalah cara kita menyikapi keadaan dan mengelola hati. Gak usah kecil hati saat kita harus tinggal bersama mertua. Bisa jadi hal itu akan mendewasakan kita agar menjadi lebih tangguh menghadapi berbagai macam lika-liku berumah-tangga. Jadi, yuk bahagia! :)
Luruskan Niat
Yang muslim pasti tau, bahwa surganya perempuan yang sudah menikah itu ada pada suami kita. Sedangkan surganya suami kita tetap berada pada ibunya -- yang berarti mertua kita. Maka dari itu, salah satu kewajiban seorang istri adalah mendukung dan membantu suami untuk meraih ridho ibunya dengan berbakti.
Nah, karna setelah menikah kita dan suami merupakan satu paket tak terpisahkan, maka saat kita berbakti pada mertua sama saja dengan membantu suami berbakti pada orangtuanya. Iya, kan? Maka, saat harus tinggal bersama mertua niatkanlah untuk membantu suami berbakti pada orangtuanya. Yakinlah bahwa keputusan tinggal bersama mertua tersebut merupakan ladang amal bagi kita. Anggap mertua seperti orangtua kita sendiri, agar gak ada perasaan terpaksa.
Tetaplah Jadi Diri Sendiri
Ini penting sekali! Jangan pernah coba-coba menjelma jadi orang lain karna tinggal bersama mertua. Biasanya hal ini terjadi saat masa-masa awal karna masih merasa harus jaim alias jaga image. Kalau kita terus-menerus jaim, hanya perasaan gak nyaman yang akan kita dapatkan.
Di rumah, saya gak pernah ngepel. Saya cerita terus terang pada ibu mertua tentang ini. Wallahu a'lam penilaian beliau bagaimana. Tapi saat memang ada waktu dan lantai memang butuh dipel, saya gak segan mencoba mengepel (meskipun kikuk karna gak terbiasa). Yang jelas, saya ngepel karna saya memang mau dan ingin. Bukan karna agar dipandang mertua begini dan begitu.
Berusaha menjadi lebih baik itu harus, tapi jangan sampai membuat kita gak menjadi diri sendiri. Berusahalah melakukan yang terbaik, tanpa menjelma jadi orang lain.
Gak Perlu Semua Hal Dimasukkan ke Hati
Sebenarnya ini gak hanya berlaku bagi kita yang tinggal bersama mertua, ya. Hidup kita akan sangat gak tenang jika semua-mua kita masukkan ke hati. Mari belajar untuk menyaring mana yang perlu masuk ke hati, mana yang gak perlu. Karna memasukkan semua ke hati hanya akan membuat hidup kita tersiksa dan gak bahagia.
Apalagi dalam hubungan berkeluarga -- termasuk dalam hubungan dengan mertua. Mertua adalah seseorang yang belum terlalu kita kenal. Belum terlalu tau seluk-beluk diri kita, pun sebaliknya. Apalagi rentang umur yang jauh, pasti berimbas pada berbagai perbedaan cara berpikir, cara menanggapi sesuatu, dll. Jadi jika sekali waktu ada perbedaan pendapat atau gesekan, itu wajar sekali. Jangankan sama mertua, sama orangtua kandung sendiri pun kita sering bergesekan, kan? Maka...
Baca Juga: Tips Membangun Hubungan Baik Dengan Mertua
Jangan Mendramatisir
Yup... Maka, jangan mendramatisir saat terjadi permasalahan. Karna itu akan membuat masalah kecil jadi besar, percikan kecil jadi bara. Kalau suatu waktu terjadi sedikit beda pendapat, misalnya. Setelah saling mengungkapkan pendapat ya sudah, jangan didramatisir dengan cara update status di facebook lah, curhat ke sana-sini lah. Yakin, kita gak akan mendapatkan solusi, malah akan membuat semua semakin menjadi-jadi. Beda pendapat dengan siapapun itu sangat-sangat lumrah, kan? Atau saat ibu mertua mengkritik masakan kita. Jangan didramatisir dengan menganggap ibu mertua gak suka sama kita, cerewet, jahat, kejam, tega, dan lain sebagainya. Cukup sadari saja bahwa lidah orang itu beda-beda. Selesai.
Lebih Baik Diam dan Mengalah
Diam lebih baik daripada emas. Mengalah itu bukan berarti kalah. Saat terjadi perbedaan pendapat dengan mertua, gak ada salahnya bagi kita sebagai menantu (anak) diam dan mengalah. Diam dan mengalah bukan berarti harus menyetujui pendapat beliau kok. Hanya saja jauh lebih baik bagi kita untuk menghindarkan diri dari debat. Bagaimanapun, mertua seringkali punya sisi egoisme sebagai orangtua yang kurang suka didebat pendapatnya. Ini lagi-lagi bukan gak hanya ada pada mertua sih menurut saya, orangtua kita sendiri pun kadang begini, kan?
Yang jelas, gak peduli apakah kita tinggal bersama mertua, tinggal di kontrakan atau langsung di rumah pribadi setelah menikah, kita semua tetap punya hak yang sama untuk bahagia. Dan yang paling menentukan hal itu adalah cara kita menyikapi keadaan dan mengelola hati. Gak usah kecil hati saat kita harus tinggal bersama mertua. Bisa jadi hal itu akan mendewasakan kita agar menjadi lebih tangguh menghadapi berbagai macam lika-liku berumah-tangga. Jadi, yuk bahagia! :)