Senin, 24 Oktober 2016

Agar Tetap Bahagia Meski Tinggal Bersama Mertua


Setelah menikah, idealnya langsung tinggal terpisah dari orangtua, meskipun harus ngontrak. Begitu kata beberapa orang. Lebih ideal lagi kalau sudah punya rumah sendiri ya. Tapi itu kan kondisi idealnya. Sedangkan hidup seringkali memaksa kita untuk gak selalu ada di kondisi ideal tersebut.

Bagaimana jika ternyata suami kita adalah seorang anak tunggal atau anak bungsu, sedangkan orangtuanya sudah lanjut usia. Hanya suami kitalah yang diharapkan untuk bisa menemani mereka di hari senja. Apa iya kita sebagai istri akan tega memaksa tinggal terpisah dari orangtua suami alias mertua kita, demi bisa ada di kondisi ideal di atas? Apa kabar hati nurani?

Baca juga: WHAT, Tinggal Sama Mertua??!!

Sedangkan di sisi lain, tinggal bersama mertua merupakan momok yang menghantui banyak orang. Pasti sudah banyak yang tau atau pernah mendengar cerita tentang banyaknya kisah lika-liku tinggal bersama mertua. Sebagian kisah yang pernah saya dengar rasanya seperti menggambarkan bahwa mereka yang tinggal bersama mertua susah sekali bahagia. Padahal kebahagiaan itu hak semua orang. Apa iya hak berbahagia jadi gak bisa kita dapatkan saat tinggal bersama mertua? Harusnya tidak ya!

Dulu saya sempat berpikir begitu sih. Parno setengah mati saat tau bahwa setelah menikah kemungkinan besar saya harus tinggal dengan mertua. Merasa saya akan sulit bahagia. Tapi, dari hasil sharing dengan teman, membaca dan pengalaman pribadi #cieh, saya akhirnya menyimpulakn beberapa point agar kita tetap bahagia meski tinggal dengan mertua. Apa aja pointnya? Yuk, simak!

Luruskan Niat

Yang muslim pasti tau, bahwa surganya perempuan yang sudah menikah itu ada pada suami kita. Sedangkan surganya suami kita tetap berada pada ibunya -- yang berarti mertua kita. Maka dari itu, salah satu kewajiban seorang istri adalah mendukung dan membantu suami untuk meraih ridho ibunya dengan berbakti.

Nah, karna setelah menikah kita dan suami merupakan satu paket tak terpisahkan, maka saat kita berbakti pada mertua sama saja dengan membantu suami berbakti pada orangtuanya. Iya, kan? Maka, saat harus tinggal bersama mertua niatkanlah untuk membantu suami berbakti pada orangtuanya. Yakinlah bahwa keputusan tinggal bersama mertua tersebut merupakan ladang amal bagi kita. Anggap mertua seperti orangtua kita sendiri, agar gak ada perasaan terpaksa.

Tetaplah Jadi Diri Sendiri

Ini penting sekali! Jangan pernah coba-coba menjelma jadi orang lain karna tinggal bersama mertua. Biasanya hal ini terjadi saat masa-masa awal karna masih merasa harus jaim alias jaga image. Kalau kita terus-menerus jaim, hanya perasaan gak nyaman yang akan kita dapatkan.

Di rumah, saya gak pernah ngepel. Saya cerita terus terang pada ibu mertua tentang ini. Wallahu a'lam penilaian beliau bagaimana. Tapi saat memang ada waktu dan lantai memang butuh dipel, saya gak segan mencoba mengepel (meskipun kikuk karna gak terbiasa). Yang jelas, saya ngepel karna saya memang mau dan ingin. Bukan karna agar dipandang mertua begini dan begitu.

Berusaha menjadi lebih baik itu harus, tapi jangan sampai membuat kita gak menjadi diri sendiri. Berusahalah melakukan yang terbaik, tanpa menjelma jadi orang lain. 

Gak Perlu Semua Hal Dimasukkan ke Hati

Sebenarnya ini gak hanya berlaku bagi kita yang tinggal bersama mertua, ya. Hidup kita akan sangat gak tenang jika semua-mua kita masukkan ke hati. Mari belajar untuk menyaring mana yang perlu masuk ke hati, mana yang gak perlu. Karna memasukkan semua ke hati hanya akan membuat hidup kita tersiksa dan gak bahagia.

Apalagi dalam hubungan berkeluarga -- termasuk dalam hubungan dengan mertua. Mertua adalah seseorang yang belum terlalu kita kenal. Belum terlalu tau seluk-beluk diri kita, pun sebaliknya. Apalagi rentang umur yang jauh, pasti berimbas pada berbagai perbedaan cara berpikir, cara menanggapi sesuatu, dll. Jadi jika sekali waktu ada perbedaan pendapat atau gesekan, itu wajar sekali. Jangankan sama mertua, sama orangtua kandung sendiri pun kita sering bergesekan, kan? Maka...

Baca Juga: Tips Membangun Hubungan Baik Dengan Mertua

Jangan Mendramatisir

Yup... Maka, jangan mendramatisir saat terjadi permasalahan. Karna itu akan membuat masalah kecil jadi besar, percikan kecil jadi bara. Kalau suatu waktu terjadi sedikit beda pendapat, misalnya. Setelah saling mengungkapkan pendapat ya sudah, jangan didramatisir dengan cara update status di facebook lah, curhat ke sana-sini lah. Yakin, kita gak akan mendapatkan solusi, malah akan membuat semua semakin menjadi-jadi. Beda pendapat dengan siapapun itu sangat-sangat lumrah, kan? Atau saat ibu mertua mengkritik masakan kita. Jangan didramatisir dengan menganggap ibu mertua gak suka sama kita, cerewet, jahat,  kejam, tega, dan lain sebagainya. Cukup sadari saja bahwa lidah orang itu beda-beda. Selesai.

Lebih Baik Diam dan Mengalah

Diam lebih baik daripada emas. Mengalah itu bukan berarti kalah. Saat terjadi perbedaan pendapat dengan mertua, gak ada salahnya bagi kita sebagai menantu (anak) diam dan mengalah. Diam dan mengalah bukan berarti harus menyetujui pendapat beliau kok. Hanya saja jauh lebih baik bagi kita untuk menghindarkan diri dari debat. Bagaimanapun, mertua seringkali punya sisi egoisme sebagai orangtua yang kurang suka didebat pendapatnya. Ini lagi-lagi bukan gak hanya ada pada mertua sih menurut saya, orangtua kita sendiri pun kadang begini, kan?

Yang jelas, gak peduli apakah kita tinggal bersama mertua, tinggal di kontrakan atau langsung di rumah pribadi setelah menikah, kita semua tetap punya hak yang sama untuk bahagia. Dan yang paling menentukan hal itu adalah cara kita menyikapi keadaan dan mengelola hati. Gak usah kecil hati saat kita harus tinggal bersama mertua. Bisa jadi hal itu akan mendewasakan kita agar menjadi lebih tangguh menghadapi berbagai macam lika-liku berumah-tangga. Jadi, yuk bahagia! :)

Kamis, 06 Oktober 2016

Yang Harus Dilakukan Suami Saat Istri Sedang Hamil


Sedih sekali beberapa hari ini melihat banyak berita tentang seorang ibu yang memutilasi anaknya sendiri. Prihatin, miris, ngilu. Tapi selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Salah satu hikmah dari viralnya kejadian tersebut menurut saya adalah jadi banyaknya informasi tentang baby blues syndrome dan post partum depression yang turut viral. Dua hal yang konon sering menjadi ujung tombak kejadian-kejadian tragis semacam kejadian kemarin itu. Semoga dengan banyaknya informasi tentang baby blues syndrome dan post partum depression (yang katanya belum terlalu mendapat perhatian di Indonesia) tersebut, kita bisa makin peduli pada orang di sekitar kita, terutama diri kita sendiri sebagai wanita yang punya fitrah hamil dan melahirkan.

Dari beberapa informasi tentang baby blues syndrome dan post partum depression, salah satu point penting yang harus ada sebagai pencegah agar seorang wanita tidak terserang dua hal tersebut adalah adanya dukungan dan kepedulian dari orang terdekat. Dan orang terdekat yang paling berpengaruh menurut saya adalah suami. Seandainya pun ada orangtua yang memberi dukungan sepenuh hati untuk kita, sedangkan suami tidak, bukankah tetap sakit rasanya?

Nah, menurut saya pribadi, dukungan dan kepedulian dari orang terdekat -- terutama suami -- seharusnya sudah ditunjukkan tidak hanya saat si istri sudah melahirkan, melainkan sejak ia masih dalam keadaan hamil. Kita semua pasti tau, hamil merupakan fase yang juga membutuhkan perjuangan tersendiri bagi seorang wanita. Apalagi jika itu merupakan kehamilan pertama baginya. Jika kondisi psikologis sejak masa kehamilan sudah rapuh, pastinya akan membuka peluang yang jauh lebih lebar bagi baby blues syndrome dan post partum depression melanda. Sebaliknya, jika semenjak kehamilan sang istri telah merasa terayomi dan mendapat cukup dukungan, Insya Allah ia pasti akan lebih tangguh melewati fase sulit di masa awal menjadi ibu.

Nah, bagi para suami, apa saja yang harus dilakukan saat istri sedang hamil sebagai bentuk dukungan? Beberapa point di bawah ini mungkin bisa jadi pilihannya :)

1. Menemaninya Periksa Kehamilan

Ini wajib sekali menurut saya. Bikinnya bareng masa periksanya gak bareng? Hehe. Memangnya ada suami yang tidak bersedia menemani istrinya periksa kehamilan? Ada sekali, Bun :(

Wanita hamil, apalagi hamil pertama biasanya kondisi batinnya labil. Banyak sekali hal yang ia khawatirkan. Contohnya saya yang beberapa kali periksa masih saja merasa grogi berlebihan. Nah, kehadiran suami sebagai sook yang lebih teguh kondisi batinnya pasti akan sangat membantu sang itri mengatasi berbagai keresahannya saat periksa kehamilan.

Baca juga: Periksa Kehamilan Ketiga

Maka bagi para suami, ayo kesampingkan segala kepentinganmu demi bisa selalu mendampingi sang istri periksa kehamilan. yang ia kandung adalah juga darah dagingmu, kan? :)

2. Membantu Pekerjaan Rumah Tangga

Selain kondisi psikologis yang labil, kondisi fiik wanita hamil pun cenderung lebih lemah dari biasanya. Memang ada yang tetap segar bugar seperti biasanya, tapi sepertinya lebih banyak yang lebih lemah. Wajar saja, sebagian nutrisi yang terserap ke dalam tubuhnya harus dibagi dua dengan si janin. hal itu akan membuat seorang wanita yang sedang hamil merasa mudah lelah dan lesu. Apalagi saat trimester awal, yang biasanya terus dihantui dengan morning sickness.

Di saat seperti itu, tidak bijak sekali rasanya jika para suami tetap membebankan segala pekerjaan rumah tangga pada sang istri. Sudah bukan jamannya menganggap mencuci, menyapu, mengepel, dll adalah sepenuhnya tugas istri. Iya, kan? Beda cerita kalau ada pembantu di rumah tentunya :)

Saat istri sedang hamil dan kondisi badannya tengah lemah, betapa bahagia jika ia melihat sang suami bersedia mengambil alih sebagian tugas sehari-harinya selama ini. Mencuci piring atau menyetrika baju, misalnya. Itu akan menjadi salah satu bentuk dukungan yang sangat melegakan bagi sang istri.

3. Mendengar Keluh-kesahnya

Konon, wanita hamil terutama di trimester pertama, jauh lebih sensitif perasaanya. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan beberapa kadar hormon dalam tubuhnya. Maka, wahai para suami... jika tiba-tiba istrimu yang sedang hamil merengek dan berkeluh-kesah tentang hal-hal yang menurutmu sepele, tolonglah jangan langsung di cut paksa. Dengarkan ia.

Kata Salim A Fillah, salah satu keahlian yang harus dimiliki oleh seorang lelaki ketika hendak menikah adalah keahlian mendengarkan. Yup, wanita itu gak ribet banget kok sebenarnya, asalkan tau bagaimana caranya menghadapi mereka :) Saat mereka berkeluh-kesah tentang suatu hal, dengarkan saja dengan tekun. Tunjukkan bahwa kalian para suami mengerti apa yang ia rasakan. Maka percayalah, sebagian besar beban hati yang semula membuatnya merasa sumpek akan terangkat seketika.

Tidak masalah jika adakalanya kalian tidak setuju dengan apa yang istri kalian ungkapkan. mengerti bukan berarti harus setuju. Hanya saja, tahanlah dulu. Beri pengertian pelan-pelan jika memang yang ia ungkapkan salah.

4. Memijit dan Membelainya

Sesekali, atau jauh lebih baik setiap hari, luangkanlah waktu beberapa menit untuk memijit kakinya dan pundaknya, lalu membelai kepalanya dengan lembut. Ucapkanlah kalimat penyemangat, bahwa ia harus selalu kuat dan semangat demi buah hati kalian yang ada dalam kandungan. Ah, sungguh... itu akan menjadi penguat jiwa yang amat sangat signifikan bagi para istri.

Kata dokter kandungan, wanita hamil itu beban fisiknya dua kali lipat. Maka memijit, meski hanya pijitan-pijitan pelan nan tulus, pasti akan membuat kelelahannya serasa menguap.

Sudahkah kalian para suami melakukan beberapa point di atas saat istri kalian sedang hamil? Kalau sudah, Alhamdulillah. Kalau belum, yuk mulai dari sekarang.

Istri kalian adalah orang yang akan menjadi ibu bagi anak-anak kalian. Seseorang yang perannya luar biasa besar bagi pertumbuhan jiwa-raganya. Maka, jangan biarkan jiwanya kosong dan rapuh hanya karna kalian para suami lalai melakukan apa yang harusnya dilakukan untuk membuatnya merasa tidak pernah sendiri.

Selain empat point di atas, pasti masih banyak contoh perbuatan lain yang seharusnya dilakukan oleh seorang suami saat istrinya sedang hamil. Share di kolom komentar yuk, agar para suami punya lebih banyak lagi referensi :)

Senin, 03 Oktober 2016

Catatan Kehamilan: Periksa Ketiga [14w] dan Pertanyaan Seputar Kehamilan

Hai Nak, ini Ibu :)

Saya periksa kehamilan ketiga pada tanggal 6 September 2016. Telat banget ya nulis ceritanya. Hihi. Bahkan minggu ini Insya Allah sudah jadwalnya periksa yang keempat. Tapi gak apa-apa, lebih baik telat daripada tidak sama sekali, kan? *alibi

Periksa yang ketiga ini saya kembali ke dokter saat pertama kali periksa dulu, yaitu dokter Retno di RSIA Kusuma Pradja Semarang. Setelah di periksa yang kedua sempat pindah dokter karna dr. Retno sedang cuti. Sempat tergoda buat coba periksa ke dokter lain lagi yang direkomendasikan oleh teman sih. Tapi setelah saya dan suami pertimbangkan ulang, sudahlah Bismillah mantap di dr. Retno saja.

Setelah dua kali periksa sebelumnya saya selalu speechless dan grogi, periksa yang kali ini saya udah mulai bisa fokus sama apa yang sebelumnya saya rencanakan untuk dikonsultasikan ke dokter. Selain karna sudah yang ketiga kalinya, kondisi badan saya juga mengharuskan saya untuk banyak bertanya. Setelah periksa pertama dan kedua yang cenderung minim keluhan karna memang saya merasa sangat baik-baik saja, di periksa ketiga ini saya mulai punya beberapa keluhan dan pertanyaan yang menggelitik.

Tentang Pentingnya Tes Lab

Setelah membaca beberapa artikel tentang kehamilan, banyak yang menghimbau agar ibu hamil gak lupa melakukan tes lab darah dan urine. Ini penting banget untuk mengetahui kondisi si ibu dan janin. Nah, makanya kemarin saya tanya tentang kapan saya akan diinstruksi untuk tes lab. Ehh, Dokter Retnonya nyengir. "Lha ini, baru aja mau saya bikinin surat pengantar labnya", kata beliau. Hoalaaahh. Haha.

Ohya, saya juga tanya soal tes TORCH. Kan katanya penting banget, ya. Walaupun katanya tes ini sebaiknya dilakukan sebelum nikah, atau sebelum hamil, biar taunya gak telat kalo ternyata ada apa-apa. Lumayan nyesel sih kenapa dulu lebih sayang duitnya. Kata Dokter Retno, ya memang penting sih. Tapi berhubung biayanya lumayan mahal (kalau lengkap bisa sampai 2-jutaan lebih), Dokter Retno gak berani merekomendasikan, kecuali jika ada indikasi yang arahnya harus ke sana. Setelah diskusi sama suami, akhirnya saya tanya ke Dokter Retno, kalau misalanya saya pengen tes TORCH tapi gak lengkap (diambil item-item yang penting aja) bisa gak ya? Lagi-lagi masalah dana sih, jujur :) Dokter Retno bilang, bisa, dan gak masalah. Jadi beliau merekomendasikan saya untuk ambil tiga item saja yang menurut beliau paling penting. Ohya, saya kepikiran buat tes TORCH karna di rumah saya sering banget punya peliharaan kucing dan ayam. Semoga sih saya baik-baik saja, ya :)

Kok Kakiku Udah Mulai Bengkak?

Hiks, iya... ini agak terasa mengganggu dan kepikiran. Setahu saya biasanya ibu hamil yang kakinya bengkak itu biasanya kalau usia kehamilan sudah tua gitu. Lha ini saya baru 14 minggu kok sudah bengkak? Ditambah ketakutan setelah browsing, bahwa bengkak adalah salah satu tanda pre eklamsia dan eklamsia. Huhu.

Dokter Retno bilang, gak usah terlalu khawatir dulu, nanti malah stress. Bisa aja karna kurang gerak/terlalu banyak duduk. Iya sih, di kantor saya duduk terus. Terus dihimbau agar saat tidur, kakinya diganjal bantal biar agak tinggi. Pre eklamsia atau eklamsia itu ketika kaki bengkak disertai dengan tingginya kandungan protein dalam urine. Nah, berarti kan nunggu tes lab biar tau. Lagi-lagi, semoga saya baik-baik saja. Aamiin.

Keputihan, Bahaya Gak Sih?

Iya, semenjak hamil, saya tuh malah keputihan. Dan warananya putih gitu. Dulu sebelum hamil keputihan paling sebelum atau sesudah menstruasi, dan itupun warnanya bening. Saya was-was, karna ada seorang teman yang hamil tua dan bayinya meninggal dalam kandungan, dan ternyata sebabnya adalah karna keputihan yang parah. Huhu, takut, Naudzubillah.

Setelah saya menyampaikan keresahan saya, Dokter Retno bilang, ditunggu sampai jadwal periksa berikutnya. Kalau ternyata tetap ada, maka baru akan diberi obat. Obatnya juga katanya bukan diminum, tapi dengan cara oral (dimasukkan ke ms. V). Kalau keputihan yang muncul sebelum usia kehamilan empat bulan, biasanya itu karena pengaruh perubahan hormon.

Dari seluruh rangkaian periksa, yang selalu bikin amazing, grogi sekaligus bikin gak sabar nungguin jadwal periksa selanjutnya adalah USG. Pokoknya berbagai perasaan campur baur deh. Pada periksa yang ketiga kemarin apalagi, si jabang bayi sudah kelihatan dua kakinya, dua tangannya, kepalanya. Sudah mulai gerak-gerak tangannya. Masya Allah, Allahu Akbar. Antara gemes, pengen nangis dan pengen segera peluk dia. Sehat selalu yaa Nak, tumbuhlah dengan sempurna di perut ibu. Kita berjuang bareng, ya.

Doakan saya dan si jabang bayi sehat selalu yaa teman-teman :)