Jumat, 28 Mei 2021

Cerita Promil Anak Kedua (Part. 2)

 Bismillah, mau melanjutkan cerita promil anak kedua.

Kemarin waktu part. 1-nya release, ada satu teman dekat yang penasaran banget dengan lanjutan ceritanya. Minta spoiler, tapi aku kekuh nyuruh nunggu cerita part 2-nya di blog ini. Haha. Maafkan, sayaaang.

Hayuk lah, kita mulai ceritanya.

Sebelumnya baca dulu: Part. 1 Cerita Promil Anak Kedua

 

cerita-promil-anak-kedua


Setelah periksa di RSIA Anugerah Semarang dan disarankan untuk mencoba promil alami dulu, kami pun nurut. Balik ke promil alami seperti sebelum-sebelumnya.

Sampai akhirnya tibalah kami di bulan Desember 2020. Pada bulan Desember 2020 ini cukup banyak moment memorable untuk kami. Dimulai dari Faza yang akhirnya dikhitan, sampai... Kami sekeluarga (kecuali ibu mertua dan Faza), dinyatakan positif Covid-19 dan harus menjalani isolasi.

Saat isolasi di Pesantren covid yang disediakan oleh tempat kerja saya, pada hari ketiga saya dibuat kaget. Karena mendapati flek darah di celana dalam. Nggak banyak sih, tapi tetap saja bikin kaget dan was-was. Karena saat itu, saya belum ada seminggu beres mens.

Fleknya pun berlanjut terus bahkan sampai saya selesai isolasi, dan kemudian ketemu siklus mens berikutnya.

Pada saat mens itu, saya lagi-lagi datang ke dokter kandungan. Kali ini saya memilih ke ke klinik praktek dokter kandungan dekat rumah saya. namanya dr. Kartika Budi P, Sp.OG. Dan lagi-lagi, sekalian saya bilang, mau promil.

Tanpa babibu, saya langsung dikasih obat penyubur oleh beliau. Dan disuruh kembali pada hari ke-10 (kalo gak salah ingat) menstruasi, untuk USG Transvaginal.

Soal flek-nya gimana? kata beliau, mungkin stress dan kecapekan. Huhu, itu jawaban klise yang susah bikin saya percaya sebenernya. Tapi jadi masuk akan ketika bulan itu emang bisa dibilang saya stress banget saat harus isolasi.

Yaudah singkat cerita saya minum obat yang diresepkan oleh beliau. Lalu, kembali ke kliniknya di hari yang sudah ditentukan. Hasilnya? Beliau sempat kaget, lho mana kok gak ada telur yang ukurannya besar, padahal udah dikasih penyubur?? Waduh??!!

Tapi setelah beliau amati lagi, beliau bilang, eh sorry-sorry, ada deng. Tapiii, kata beliau yang ada sel telurnya hanya tuba sebelah kiri. Sedangkan yang kanan nggak ada. Saya agak bertanya-tanya, kok gitu? Apakah tuba kanan saya sudah gak berfungsi dengan baik? Sayangnya, pertanyaan itu hanya saya simpan dalam hati :(

Setelah itu, kami dikasih jadwal kapan aja harus berhubungan. Wooowww, jadwalnya banyak bangettt. Bahkan saat hari perkiraan ovulasi, kami diminta berhubungan setiap hari. Padahal bukannya sperma itu butuh waktu kurang lebih dua hari ya untuk 'mematangkan diri'? Entahlah.

Apakah kami patuhi sesuai jadwal yang dikasih itu? Sadly, enggak. Bukan karena gak mau atau gak suka ya 😂 Tapi jujur, bagi kami yang dua-duanya kerja dari pago sampai sore, ditambah sudah ada Faza, jadwal itu terasa gak masuk akal. Gak bisa bayangin lah pokoknya kalo berhubungannya macam 'kejar setoran' gitu. Khawatir malah bikin trauma kalo dipaksakan, huhu. Kualitas nomor 1, oke?! Hehehe.

Yaudah, habis itu akhirnya macet lagi. Kami gak balik untuk priksa lagi, wakakaka.

Setelah itu, saya balik ke mode naik-turun emosi lagi. Adakalanya sediihhh dan bertanya-tanya, kapan yaaa aku hamil lagi? Kenapa yaa aku gak kunjung hamil padahal dulu anak pertama cepet? Dll.

Sampai akhirnya masuk ke fase: ya sudah kalau memang jalannya harus gini. Semua atas pengaturan dari Allah yang Maha sempurna Pengaturannya, kan?

Tapi yaaa, percaya gak, tiap kita mau masuk fase baru yang lebih baik, pasti adaaaa aja cobaannya. Terutama cobaan hati. Waktu saya berusaha untuk 'nyelehke ati', diuji dengan kabar kehamilan anak kedua dari beberapa orang teman yang anaknya kurang lebih seumuran faza, bahkan ada yang jauh lebih kecil dari Faza.

Rasanya? Haha, yagitudeh. Pasti sempat mellow. Iri. Dll.

Beruntungnya, saya punya teman-teman supportif yang selalu ngasih vibe positif. Intinya, tiap orang punya jalannya masing-masing, dan tidak untuk dibandingkan. Alhamdulillah meski gak semudah kelihatannya, akhirnya saya bisa melewati fase itu dengan baik.

Lalu, sampailah kita pada bulan Ramadhan, yang bertepatan dengan bulan April 2021. Lagi-lagi, saya mengalami hal yang sama dengan yang saya alami pada bulan Desember 2020 lalu. Menstruasi saya memanjang. Saya terus-terusan flek hingga 15 hari lebih. Huhu sedih banget, mana pas Ramadhan pula kaaan.

Dan bagi saya, tubuh saya udah makin jelas banget ngasih alarm ketidakberesan.

Tanpa pikir panjang, saya langsung priksa. Dan kali ini, saya milih datang ke dokter kandungan yang punya sub-spesialis sebagai konsultan fertilitas. Atau yang punya gelar K.Fer di belakang gelar Sp.OG-nya.

Sebenernya saya udah tau lamaaa, bahwa kalau merasa ada yang gak beres dengan kesuburan atau ingin program hamil itu, datangnya bukan ke yang hanya Sp.OG, tapi yang K.Fer. Tapi emang dasarnya bandel sih anaknya, harus banget nyoba sana-sini dulu. Haha.

Alhamdulillah, di Rumah Sakit Islam Sultan Agung yang kebetulan merupakan lembaga tempat saya kerja, ada dokter konsultan fertilitas PEREMPUAN. Soalnya itu syarat mutlak dari suami. Huehehe.

Udah ah, lanjutannya di Part. 3 yaaaa. Udah panjang banget soalnya.

Jumat, 21 Mei 2021

Cerita Promil Anak Kedua (Part 1)

 Wow, sama sekali tidak pernah terbersit dalam bayanganku, akan datang masa di mana saya menulis tentang kisah perjuangan promil seperti ini di anak kedua.

Kenapa begitu? Karena saya kepedean gilak. Dulu di kehamilan pertama, bisa dibilang saya 'ujug-ujug' hamil. Hanya selang satu bulan setelah menikah. Tadinya saya ngira nanti pas saya udah pengen punya anak kedua, ya tinggal 'bikin aja', terus ujug-ujug hamil juga seperti anak pertama.

Ternyata saya salah. Tidak semudah itu, Maemunah. Huhu.

cerita-promil-anak-kedua

 

 

Ini mungkin sekaligus 'sentilan' kecil dari Allah untuk saya. Dulu setelah Faza lahir, saya selalu bilang ih jangan sampai hamil lagi dulu. Pokoknya saya kekeuh hamil harus sesuai rencana.

Tulisan ini salah satu buktinya: Tentang Keputusan Nambah Anak

Bahkan saya sampai merencanakan mau hamil lagi bulan apa, biar lahirnya di bulan yang sama dengan Faza. Saya seolah lupa, anak itu bener-bener sepenuhnya hak Prerogatif Allah. Siapa saya ini kok congkak banget merasa bisa ngatur-ngatur, ya kan?

Tapi ya udah. Tidak untuk disesali, cukup diistighfari dan ditaubati. Alhamdulillah Allah mengingatkan saya, sehingga saya gak jadi manusia yang makin congkak.

Oke deh, hayuk kita mulai cerita perjuangan promil saya untuk mendapatkan amanah anak kedua. 

Promil Anak Kedua

Tahun 2019 lalu, kakak pertama saya sedang hamil anak ketiga. Waktu itu saya bilang ke suami, oke deh nanti setelah beliau lahiran, kita mulai program anak kedua.

Pertengahan 2019, kakak saya melahirkan. Sejak saat itu, saya dan suami juga mulai ikhtiar untuk mendapatkan momongan lagi. FYI, kami gak pakai alat kontrasepsi apapun sejak Faza lahir. Hanya mengatur sendiri dengan kalender (karena jadwal mens saya selalu teratur), ditambah ikhtiar 'tembak luar'.

Sampai masuk 2020, ternyata saya belum kunjung hamil. Sempat bertanya-tanya dan agak gak nyangka, karena sekali lagi, tadinya kami optimis banget bakal secepat saat pertama hamil. Tapi juga belum terlalu panik, karena sepertinya saat itu tekad dan mental kami belum benar-benar bulat untuk punya anak lagi.

Bulan demi bulan, tekad kami makin bulat, Faza juga sudah mulai makin sering bilang bahwa dia ingin punya adik, tapi qodarullah saya masih juga belum hamil. Mulai lah saya agak panik.

Akhirnya, Bismillah, saya memutuskan untuk datang ke dokter kandungan. Berniat untuk memulai promil, sekaligus karena kebetulan saya juga mulai merasa ada yang gak beres dengan tubuh saya.

Sinyal Tidak Beres Pada Tubuh

Sinyal ketidakberesan yang langsung saya sadari sekitaran pertengah tahun 2020 adalah saat saya gak mendapati adanya lendir serviks di kisaran tanggan masa subur saya. Kenapa saya langsung sadar dan merasa aneh? Ya karena biasanya, setiap masa subur datang, selalu ditandai dengan keluarnya lendir serviks.

Sudah pada tau kan bahwa masa subur salah seorang wanita ditandai salah satunya dengan adanya lendir serviks yang mirip putih telur dan teksturnya elastis?

Nah, saat itu, sama sekali gak ada. Bener-bener kering.

Jujur saja saya langsung panik dan bertanya-tanya. Kenapa? Apa yang salah? Apakah saya tidak mengalami masa subur alias tidak terjadi ovulasi pada diri saya? Apakah ini salah satu sebab promil anak kedua kami tidak kunjung membuahkan hasil?

Tapi saya gak langsung memutuskan ke dokter saat itu juga. Saya masih ingin mengamati dulu sejauh mana alarm yang diberikan oleh tubuh saya. Siapa tau cuma karena bulan itu saya stress atau kecapekan, lalu bulan depannya sudah normal lagi.

Ternyata, saya salah. Bulan berikutnya pun saya masih tetap gak mendapati lendir serviks yang biasa muncul pada tanggal masa subur. Hingga kurang lebih tiga bulanan hal itu terjadi, baru akhirnya saya memutuskan untuk datang ke dokter.

Mencari dan Memilih Dokter Kandungan Perempuan di Semarang

Ini bagian yang paling bikin pusing. Emm, bukan pusing sih, tapi apa yaaa... yah, gitu lah pokoknya. Butuh effort tersendiri untuk mencari dan memilih dokter yang klik di hati. Yep, saya orang yang lumayan mengutamakan kenyamanan di hati saat memilih dokter. Saya butuh dokter yang mau dengan sabar mendengarkan berbagai keluhanku, lalu menanggapinya sesuai dengan kapabilitasnya.

Sejujurnya, saya ingin sekali ke dokter kandungan yang sama dengan saat saya hamil faza dulu. Sayangnya, dr. Retno sudah pindah dari Kota Semarang, dan menetap di kota lain.

Mau gak mau saya harus mencari dokter kandungan perempuan lain di Semarang ini. Setelah tanya sana-sini, cari reviewnya lewat google dll, akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada dr. Hervy Purwiandari, Sp.OG di RSIA Anugerah Semarang.

Saya datang saat menstruasi hari ketiga, sesuai saran dari teman yang katanya kalau mau promil datangnya sebaiknya pas hari ketiga menstruasi.

Ternyataaa, salah. Kata dr. Hervy, datang di hari ketiga menstruasi itu benar jika kita sudah benar-benar mau start promil. Tapi sebelumnya tentu saja harus dilakukan pemeriksaan awal, agar bisa tau treatment apa saja yang harus diberikan untuk memulai promil.

Maka, hari itu gak ada pemeriksaan apapun yang dilakukan pada saya. Baru sekedar obrolan prolog tentang keluhan yang saya rasakan dan keinginan saya dan suami untuk promil anak kedua. Dr. Hervy kemudian meminta kami untuk datang lagi hari ke 10 menstruasi (kalau gak salah) agak bisa melakukan USG Transvaginal untuk melihat kondisi sel telur saya.

Pada hari yang sudah kami sepakati tersebut, saya datang lagi. Yang bikin saya takjub sama RSIA Anugerah Semarang ini adalah ketika hendak melakukan USG Transvaginal, mereka menyiapkan semacam pembungkus kaki khusus, juga selimut. Sehingga privasi alias aurat saya tetap sangat terjaga. Bahkan dokter pun gak melihat aurat saya lho. Wow, ini sebuah kemewahan sih menurut saya. Karena baru kali itu menemukan yang se-menjaga privasi itu.

Gimana hasilnya?

Dokter bilang, kondisi sel telur saya baik. Ukurannya normal. Tidak terlihat ada masalah sama sekali. Alhamdulillah.

Sejujurnya, saya antara lega dan bertanya-tanya. Gak ada masalah sama sekali? Masa sih? Tapi kok saya merasa alarm tubuh saya bunyi.

Tapi ya sudah. Lagi-lagi saya membungkam pikiran dan perasaan saya itu. Karena dokter bilang gak ada masalah, mungkin hanya stress atau kecapekan. Lalu menyarankan kami untuk mencoba lagi promil alami, dan hanya membekali kami dengan vitamin standar macam asam folat dll gitu lah.

Sampai akhirnya, Desember 2020 alarm tubuh saya kembali bunyi. Alarm apa tuh?

Udah kepanjangan. Lanjut Part 2 yaaa. Ditunggu :)