Rabu, 18 Juli 2018

Tentang Membahagiakan Anak


Sejak sebelum punya anak -- sebelum menikah bahkan -- saya selalu bertekad bahwa anak saya harus jauh lebih bahagia dibanding saya ketika kecil. Bukan berarti saya gak bahagia. Tapi harus saya akui bahwa 'saya kecil' tumbuh bersama banyak kekecewaan.

Bapak-ibu saya orang desa, dengan tingkat pendidikan rendah. Jadi saya memaklumi dan sepenuhnya memaafkan mereka jika pola asuh mereka pada saya ternyata banyak yang dipandang gak sesuai dengan ilmu parenting yang saya pelajari hari ini.

Contohnya saja, soal membanding-bandingkan anak dengan anak lain. Ibu saya dulu hobi sekali membandingkan saya dengan sepupu atau teman sepermainan.

"Nyapu to, Nduk... Lihat itu si A, rajin sekali bantu ibunya". Kalimat-kalimat semacam itu sering saya terima. Hasilnya, saya gak jadi rajin seperti si A, tapi malah semakin dongkol dan semakin enggan membantu. Hahaha.

Yah, yang semacam-semacam itu, pengen sekali saya rombak di pola pengasuhan saya pada anak. Bukan bermaksud menjelek-jelekkan pola asuh orangtua saya ya. Bukan. Ini tentang mengambil pelajaran dari pengalaman.

Saya juga selalu berharap bisa memberikan kebahagiaan melalui pemenuhan kebutuhan dan pemberian sebanyak mungkin pengalaman positif untuk Faza. Mengingat dulu, saya sedih ketika teman sekelas saya saat TK menerima majalah langganan, sedangkan saya tidak. Di rumah ibu menjelaskan, bahwa ibu gak punya cukup uang untuk ikut berlangganan majalah untuk saya.

Tapi, saya gak pengen membahagiakan anak saya dengan hal-hal yang kurang ada manfaatnya. Apalagi kalo kurang ada manfaatnya, sekaligus terlalu banyak membutuhkan biaya. Big no. Anak saya harus menjadi anak bahagia yang sederhana.

Libur lebaran kemarin, saya dan kakak-kakak mengajak anak-anak kami ke sebuah Swalayan yang di dalamnya terdapat arena bermain anak. Sementara sepupu-sepupunya asyik mencoba berbagai wahana, saya hanya menemani Faza berjalan ke sana-kemari melihat apapun yang tampak sangat menarik baginya.

Lalu kakak saya menegur. Menyuruh saya mengajak Faza mencoba permainan yang sesuai usianya. Bahkan beliau menawari untuk membayarinya. Tapi saya menolak.

Pertama, saya merasa Faza belum butuh diberi kebahagiaan lewat wahana-wahana bermain semacam itu. Dia sedang ada di masa sangat tertarik mengamati sekitar. Nah, saya cukup memfasilitasinya dengan menemaninya berjalan mengelilingi swalayan -- termasuk wahana bermain tersebut. Dan dia sudah tampak sangat berbinar-binar.

Kedua, akan ada masanya dia tertarik dan meminta mencoba salah satu wahana seperti itu. Karna saat ini dia sudah sangat bahagia hanya dengan mengamati, yasudah gak perlu lah buru-buru menyuruhnya mencoba.

Ketiga, diam-diam saya berharap Faza gak terlalu tertarik sama wahana-wahan permainan semacam itu sih sampai dia besar nanti. Biar hemat. Xixixi.

Intinya, saya pengen membahagiakan Faza (dan adek-adeknya) sekaligus ingin melihat mereka menjadi pribadi yang sederhana dan bisa berbahagia dengan hal-hal yang sederhana tersebut. Saya gak pengen mereka bahagia hanya dengan alasan-alasan yang sifatnya selalu materiil.

Yah, begitulah. Sebagai orangtua baru, tentu saja saya masih meracik dan meramu cara yang tepat untuk bisa mencapai hal tersebut. Mengamati sebanyak mungkin contoh, lalu mengambil yang baik-baik dan memodifikasi yang kurang pas. Membaca pengalaman orang lain, termasuk membaca buku tentang ini.

Beberapa waktu lalu, saya membaca instastory Mbak @irrasistible tentang buku "The Danish Way Of Parenting" terbitan Bentang Pustaka. Dari situ, saya juga jadi tau bahwa ternyata Denmark merupakan salah satu negara dengan indeks kebahagiaan paling tinggi. Saya langsung gatel pengen baca buku itu.

Selang beberapa hari, eh Mbak Chi Cerita tentang buku ini di salah satu blogpostnya. Ternyata, salah satu kunci kenapa Denmark bisa mempertahankan prestasinya sebagai Negara dengan indeks kebahagiaan tertinggi selama bertahun-tahun terletak pada pola pengasuhannya pada anak, atau dikenal dengan metode parenting Denmark.

Saya harus banget baca buku itu deh kayaknya, demi agar bisa segera menemukan ramuan yang PAS untuk mencapai #lifegoals soal menjadikan anak-anak saya pribadi yang bahagia.

Semoga rejeki saya untuk bisa punya buku ini 😊

Kalau kalian punya tips yang berkaitan tentang ini untuk saya, ayoo jangan sungkan share yaa. Saya akan dengan senang hati menerimanya 😘


4 komentar:

  1. Wah, saya juga harus baca nih mba bukunya.

    BalasHapus
  2. Setuju, Mbak. Ketika ingin memiliki pola pengasuhan yang berbeda dengan orang tua bukan berarti menganggap salah :)

    BalasHapus

Terimakasih telah mampir ke rumah maya sederhana saya... tinggalkan kesanmu, ya :)